Dianggap melanggar UU ITE pasal 31 dan harus diselesaikan secara hukum.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginginkan keadilan atas tudingan pihak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut dirinya memesan fatwa penodaan agama kepada Ktua MUI KH Ma’ruf Amin. Pasalnya, SBY menilai, percakapan yang dimiliki pihak Ahok diduga merupakan penyadapan ilegal.
Karena itu, SBY menyebut perbuatan tersebut merupakan kejahatan. “Saya hanya mohon hukum ditegakkan,” kata SBY dalam pernyataan persnya, di Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (1/2).
Konferensi pers SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini mengenai perkembangan politik aktual. Hadir dalam konferensi pers antara lain Susilo Bambang Yudhoyono (Ketua Umum Partai Demokrat) dan Hinca Panjaitan (Sekjen Partai Demokrat). Acara juga dihadiri oleh sekitar 40 wartawan media massa.
Pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, antara lain :
Saya kira semua mengikuti, kemarin dalam sebuah persidangan dikatakan ada rekaman, atau transkrip atau bukti percakapan saya dengan KH. Ma’ruf Amin. Spekulasinya langsung macam-macam. Kalau betul percakapan saya dengan KH. Ma’ruf Amin atau siapapun dilakukan tanpa perintah pengadilan, itu namanya penyadapan ilegal atau spying. Dari aspek hukum masuk, dari aspek politik juga masuk.
Political spying itu kejahatan yang serius, di negara manapun juga. Oleh karena itu saya pada kesempatan itu ingin mencari dan mendapatkan keadilan, apa yang sesungguhnya terjadi. Karena kalau betul-betul telepon saya selama ini disadap secara tidak legal, belum lama kurang lebih satu bulan lalu, sahabat saya tidak berani terima telepon dari saya, karena diingatkan oleh orang dekat istana, hati-hati nanti disadap.
Salah saya apa? Mantan Presiden diamankan oleh Paspampres. Yang diamankan adalah orangnya. Kalau betul-betul disadap, maka segala macam pembicaraan, strategi, akan diketahui oleh siapapun, dan mereka akan mendapatkan manfaat politik tentang seluk beluk strategi dari lawan politiknya.
Dalam Pilkada, penyadapan seperti ini dapat membuat calon menjadi kalah, karena pasti diketahui strateginya. Kita punya UU tentang ITE. Di situ dilarang siapapun melakukan penyadapan secara ilegal, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 800 juta rupiah.
Konstitusi kita sama dengan negara lain, melarang penyadapan ilegal. oleh karena itu saya memohon, kalau memang pembicaraan saya kapanpun, saya berharap pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai UU ITE. Saya hanya mohon itu, supaya rakyat bisa mendapatkan keadilan. Dan mulai saat ini saya akan memantau proses hukumnya, karena ini bukan delik aduan. Persamaan hukum adalah hak konstitusional rakyat.
Melalui kesempatan ini, saya juga mohon agar transkrip percakapan saya yang katanya dimiliki oleh tim kuasa hukum Pak Ahok, saya juga bisa mendapatkan, karena saya khawatir percakapannya bisa ditambah atau dikurangi, yang tentu akan berubah dari isinya seperti apa.
[bctt tweet=”Penyadapan ilegal, akan dipidana paling lama 10 tahun!” username=”my_sharing”]
Kalau yang menyadap ilegal adalah tim pengacaranya Pak Ahok atau pihak lain, saya minta diusut, siapa yang menyadap itu. Ada lembaga Polri, BIN dan juga Bais TNI, itulah institusi negara yang memiliki kemampuan untuk menyadap. Pemahaman saya, penyadapan tidak boleh sembarangan, harus berdasarkan aturan UU. Tetapi kalau misalnya yang menyadap bukan Pak Ahok, tetapi lembaga lain itu, maka hukum harus ditegakkan.
Harus diketahui siapa yang menyadap, Supaya jelas, karena yang kita cari adalah kebenaran. Kalau saya yang dikawal paspampres saja bisa disadap, bagaimana dengan rakyat yang lain, politisi yang lain?
Saya ingin bicara fakta, tanggal 7 Oktober 2016 memang ada pertemuan antara AHY dan Sylvi dengan kedua organisasi. Pada hari itu dijadwalkan, Agus dan Sylvi dijadwalkan bertemu dengan PBNU dan Muhammadiyah yang temanya adalah mohon doa restu agar perjalanannya dalam Pilkada DKI Jakarta berhasil. Sebelum bertemu dengan PBNU dan Muhammadiyah, Saya berpesan, sampaikan salam saya kepada beliau-beliau. Sekarang ini saya adalah satu dari tiga orang yang disebut wise person.
Mereka Pengurus NU itu mengira saya ikut dalam rombongan itu. Saya katakan tidak mungkin, nanti dikira dalam bayang-bayang ayahnya, dan itu tidak baik. Tidak ada kaitannya dengan kasusnya Pak Ahok, tidak ada kaitannya dengan tugas-tugas mengeluarkan fatwa. Kalau dibangun opini, gara-gara percakapan saya dengan KH Maruf Amin, atau gara-gara pertemuan Agus-Sylvi dengan PBNU, maka pendapat keagamaan yang dikeluarkan MUI seperti itu, tanyakan saja kepada MUI. Silakan ditanyakan apakah pendapat keagamaan MUI itu lahir atas tekanan dari SBY atau bukan? Tanyakan saja langsung.
Kesimpulan yang ingin saya sampaikan adalah, dengan penjelasan saya ini, berangkat dari pernyataan pihak Pak Ahok yang memegang transkrip atau apapun, saya nilai itu adalah sebuah kejahatan karena itu adalah kejahatan ilegal.
Bola sekarang bukan pada saya, bukan di KH. Ma’ruf Amin, atau di pihak Pak Ahok, tetapi bola ada di tangan Polri dan para penegak hukum lain. Dan Kalau penyadapan dilakukan oleh institusi negara, bola ada di tangan oleh Pak Jokowi.
Saya harap teman-teman para pendukung bisa bersabar dan menahan diri. Insya Allah ada titik air keadilan. Daripada main di media sosial saling mengeluarkan hoax, ada media televisi, koran dan radio. Jangan sampai kita berkomunikasi, tetapi kita tidak tahu dengan siapa kita berkomunikasi. Supaya jangan sampai kita saling memfitnah dan saling menjatuhkan.

