Dompet Dhuafa berupaya mengukur tingkat kepedulian masyarakat terhadap kebijakan pendidikan pemerintah.
Dompet Dhuafa University mengadakan survei pendidikan dengan melibatkan 449 respoden yang tersebar di delapan provinsi yaitu, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumater Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Hasil survei Dompet Dhuafa menunjukkan 98 responden menilai sekolah gratis masih diperlukan seiring kebutuhan pendidikan yang semakin mendesak.”Ini adalah penelitian eveluasi pendidikan yang dikaitkan dengan berbagai persoalan strategis dan mendasar terkait persoalan pendidikan di Indonesia,” ungkap Direktur Dompet Dhuafa University Ahmad Juwaini, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ahmad mengatakan, Dompet Dhuafa berupaya mengukur tingkat kepedulian masyarakat terhadap kebijakan pendidikan saat ini. Kegiatan ini bertujuan agar dapat memberi advokasi pembangunan yang kuat dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Dari penelitian itu, Dompet Dhuafa berharap bisa memberi umpan balik dan evaluasi mengenai kinerja capaian kebijakan program pendidikan bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah. Kebijakan itu terkait optimalisasi penggunaan anggaran pendidikan.
“91 persen respoden menilai anggaran pendidikan belum digunakan secara optimal. Sedangkan 9 persen sisanya menilai bahwa anggaran sudah digunakan dengan baik,” ujar Ahmad.
Selanjutnya, dijelaskan Ahmad, survei Dompet Dhuafa adalah mengukur hubungan antara studi pendidikan dengan karir. Dari hasil perhitungan menunjukkkan 66 persen respoden menilai tingkat pendidikan dipercayai memengaruhi karir sesuai bidang studi pendidikannya. Sedangkan 34 persen sisianya, masyarakat mempercayai studi pendidikan tidak mempengaruhi karir seseorang berdasarkan bidang studinya.
Menurut Ahmad, respoden survei masih mempercayai tingkat pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan. Ini terlihat dari data survei menggambarkan 98 persen masyarakat menilai pendidikan akan bisa meningkatkan kesejahteraan atau merubah nasib. Sedangkan 6 persen berpandangan pendidikan tidak mampu merubah ketimpangan atau nasib seseorang lebih sejahtera.
Tim survei Dompet Dhuafa juga mengukur persepsi masyarakat terkait pendidikan dengan karir politik. Respoden menilai, presiden harus memiliki tingkat pendidikan yang mumpuni.
“Sebanyak 59 persen masyarakat menilai seorang presiden harus berstrata pascasarjana, 36 persen minimal sarjana, dan hanya 5 persen respoden berpandangan presiden minimal pendidikan SMP/SMA,” jelas Ahmad.

