Tujuh Paket Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak Krisis Covid-19

Institut Tazkia membuat rekomendasi tujuh paket ekonomi dan keuangan syariah mengatasi dampak krisis covid-19. Hal ini disampaikan Rektornya, Murniati Mukhlisin, PhD.

Peran umat Islam tentu bisa dilakukan pula di Indonesia, di mana umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini. Untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama yang terdampak Covid-19, paling tidak ada tujuh aktivitas yang terkait dengan kegiatan ekonomi. Dalam rekomendasi ini kami sebut dengan “Tujuh Paket Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak Krisis Covid-19”, Paket ini diharapkan dapat mengatasi guncangan ekonomi yang terjadi dan bagaimana seluruh masyarakat bisa berperan dalam memulihkan guncangan tersebut dengan mengedepankan pencapaian tujuan – tujuan syariah (maqashid syariah).

“Tujuh Paket Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak Krisis Covid-19” yang kami usulkan adalah sebagai berikut:

  1. Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemberian BLT diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak bisa bekerja berdasarkan data jumlah dan baseline kemiskinan oleh BPS melalui pengalihan penggunaan dana APBN. Pemberian BLT ini diharapkan dapat menjadikan masyarakat tetap terjaga kebutuhan pokoknya, walaupun tidak memiliki pendapatan tetap. BLT lebih baik dalam bentuk kupon yang dapat dibelikan kebutuhan pokok ke warung sekitar yang terdampak, sehingga kegiatan UMKM berjalan kembali.
  2. Gerakan Solidaritas Nasional. Gerakan Saling Menolong (Berta’awun) dan Saling Melindungi (Bertakaful) antar sesama ini sangat diperlukan karena biaya pemulihan krisis akan sangat besar dan tidak semua mendapatkan alokasi dari dana Negara. Untuk mendukung paket kebijakan ini diperlukan dukungan berikut ini: a. Masjid menjadi pusat baitul maal untuk masyarakat sekitarnya dan wajib didaftar sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di bawah koordinasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ);
  3. Menambah koleksi konten khotbah Jum’at untuk edukasi kepada masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah, termasuk zakat, infak, sedekah dan wakaf;
  4. Literasi perhitungan zakat melalui pendirian Zakat Centre di masjid dan kampus – kampus;
  5. Infrastruktur pengumpulan zakat dan donasi bekerja sama dengan semua sektor;
  6. Pelaporan pengelolaan zakat yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan standar akuntansi PSAK 109 yang sudah berlaku;
  7. Kampanye “Aku Suka Infak, Sedekah, Wakaf” dan “Ayo Solider” secara nasional;
  8. Harmonisasi Pajak dengan Zakat (zakat sebagai tax credit) dan pengelolaan zakat dengan model komprehensif oleh OPZ (BAZ & LAZ), diintegrasikan dengan kebijakan fiskal.

Untuk gerakan zakat secara massal, nisab zakat profesi yang saat ini merujuk standar BAZNAS yaitu Rp. 10.000 x 524 kilo beras, dapat diturunkan misalnya menjadi Rp. 8.000 x 524 kilo beras, sehingga makin banyak yang dapat dikelompokan menjadi muzaki. Selain zakat, infak harus semakin digerakkan dan diintegrasikan, dimana pemberdayaan infak masjid dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar masjid. 4

Walaupun masjid-masjid sepi, tetapi dalam era media sosial ini jamaah masjid tetap dapat digerakkan, khsususnya dalam penghimpunan infak dan sedekah. Dana yang terkumpul serta penghematan pengelolaan dan pemeliharaan masjid dapat dialokasikan untuk membantu usaha UMKM.

Di level nasional, gerakan solidaritas secara nasional juga sangat diperlukan dengan menggunakan rekening Covid-19 yang sudah diluncurkan oleh Menteri Keuangan. Pemerintah telah mengalokasikan dana 405 triliun untuk tambahan APBN dengan alokasi 70 triliun untuk anggaran kesehatan dan beberapa triliun untuk BLT. Dana ini pastinya tidak akan cukup untuk satu Indonesia yang besar. Untuk menangani hal ini beberapa negara diantaranya Maroko meluncurkan program al sunduq al tadhamun alijtimai al wathani atau National Solidarty Fund. Fund ini diprakarsai peluncurannya oleh Raja Muhammad VI. Raja memberi contoh dengan donasi beberapa triliun kekayaan pribadinya dan mengajak semua menteri, semua gubernur, semua walikota dan bupati, semua ASN TNI-POLRI golongan tertentu untuk berpartisipasi.

Bola salju Fund ini terus menggelinding dan mendapat sambutan yang luar biasa dari para pengusaha nasional, konglomerat dan perusahaan besar. Termasuk diantaranya pengusaha minyak swasta terbesar yang menyumbang beberapa triliun juga. Menyusul kontribusi perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Maroko dan warga Maroko yang bekerja di luar negeri. Untuk menangani Fund ini ditunjuk Menteri Keuangan sebagai bendahara. Dana keluar masuk serta penggunaannya di umumkan di televisi (TV) dan media mainstream setiap hari.

Jenis seruan National Solidarity Fund ini diluncurkan secara besar-besaran dapat dipimpin langsung oleh Bapak Presiden RI dan diumumkan setiap hari di TV serta media mainstream nasional termasuk akun media sosial milik Bapak Presiden RI, sehingga akan timbul kebanggaan dari setiap donatur yang menyumbangkannya. Angka yang terhimpun di Maroko saat ini hampir menyamai dana APBN untuk BLT yang dicadangkan. Dengan demikian pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Utang Global jangka panjang hingga 50 tahun lagi seperti yang sudah terjadi.

Penguatan wakaf uang dengan skema waqf linked sukuk perlu ditingkatkan, begitu pula wakaf uang temporer. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah termasuk finansial teknologi untuk mempromosikan skema tersebut, yang pada akhirnya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur berbasis wakaf (rumah sakit, poliklinik, universitas, pasar) dan perluasan lahan pertanian. Sektor pertanian adalah vital dalam keadaan apapun seperti yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syaibani dalam Kitab Al-Kasb. Hingga saat ini Indonesia sudah berada di jalur yang tepat dengan dibuktikan bahwa sebanyak 39,68 juta penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian (BPS, 2017). Namun upah buruh tani belum di tingkat sejahtera. Dengan adanya konsep wakaf pertanian, akan memperluas potensi di bidang agribisnis syariah.

  1. Harmonisasi Pajak dan Zakat. Elemen penting dalam butir ini adalah pada kewajiban zakat vis-à-vis kewajiban pajak. Hampir seluruh negara Muslim berusaha mengatur keharmonisan kebijakan zakat dan pajak secara simultan dengan berbagai jenis kebijakan. Seperti di Indonesia, zakat telah diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang mendefinisikan zakat sebagai sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sepanjang zakat dibayarkan ke lembaga zakat resmi. Tujuan pengurangan ini dijelaskan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (3) UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang pengurangan zakat dari laba/sisa penghasilan kena pajak yang pembayar pajak tidak terbebani ganda, yaitu kewajiban membayar zakat dan perpajakan.

Masih dalam Pasal 22 UU No. 23 tahun 2011, zakat yang diakui sebagai pengurang pajak adalah zakat yang dibayarkan oleh para pembayar zakat kepada lembaga resmi, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).

UU No. 36 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 menyatakan bahwa beberapa hal yang tidak termasuk sebagai penghasilan kena pajak adalah: sumbangan bantuan, termasuk sedekah yang diterima oleh lembaga zakat atau lembaga amil zakat yang didirikan atau disetujui oleh pemerintah dan para penerima zakat. Sejak saat itu, zakat diperlakukan sebagai pengurang pajak bruto (tax deductible). Adapun praktik lain yang memperlakukan pajak sebagai pengurang pajak terutang atau dikenal sebagai tax credit di Yordania, Sudan, Pakistan Arab Saudi, Kuwait, Mesir dan Malaysia, diperoleh kesimpulan bahwa hanya Pakistan, Arab Saudi, Kuwait dan Malaysia yang benar-benar memberlakukan penerapan zakat sebagai faktor pengurang pajak di negaranya. Jika Indonesia siap mengadopsi kebijakan serupa maka hal – hal di bawah ini perlu dipertegas:

  1. Diperlukan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial sebagai otoritas yang mengatur perpajakan dan pengentasan masalah sosial, Kementerian Agama yang mengatur peraturan umat beragama di Indonesia serta BAZNAS dan OPZ lainnya yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat;
  2. Kejelasan tentang tarif zakat, persepeluhan serta jenis dana kebajikan umat beragama lainnya;
  3. Pengalihan APBN sektor sosial yang berkenaan dengan hak penerima zakat kepada OPZ.
  4. Bantuan modal usaha unggulan saat krisis. Ditengah-tengah krisis, seringkali terdapat sektor usaha yang tetap eksis atau mungkin juga muncul usaha-usaha baru. Usaha ini seringkali tidak dapat dieksekusi karena keterbatasan dalam permodalan. Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai sarana mengurangi dampak krisis. Pemberian modal ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif kebijakan dan program, seperti: a. Memberikan stimulasi tambahan relaksasi perbankan; restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama 6 bulan ke depan;
  5. Pendampingan pengelolaan keuangan; pemberian permodalan dapat tidak bermanfaat apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karenanya, pemberian permodalan harus disertai dengan pendampingan sehingga dapat dipertanggungjawabkan;
  6. Harmonisasi OPZ dan usaha UMKM; Dana yang dikumpulkan oleh OPZ dapat digunakan untuk memperkuat usaha UMKM. Menyelamatkan usaha UMKM dari krisis dapat dikategorikan ke dalam baberapa asnaf, sepeti kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), orang yang berhutang (gharimin);
  7. Pendampingan inovasi dan kreativitas usaha nano. Produk-produk baru, cara-cara baru atau penggunaan bahan baku baru merupakan salah satu bentuk inovasi yang dapat meningkatkan nilai tambah kegiatan UMKM yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan mereka. Perguruan Tinggi sebagai pusat kegiatan keilmuan harus dilibatkan secara aktif dalam proses inovasi dan kreativitas bisnis.
  8. Pinjaman Qardhul Hasan dan CSR. Salah satu produk keuangan syariah yang sangat penting dalam mendukung pemulihan perekonomian adalah apa yang disebut sebagai pinjaman Qardhul Hasan yaitu bentuk pinjaman yang tidak mengambil manfaat apapun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk ini sangat ideal untuk disalurkan melalui dua pilihan : (1) Lembaga Keuangan Mikro Syariah untuk membiayai usaha nano yang sumber dananya bisa dari masyarakat umum, maupun dari perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD, (2) Pinjaman langsung tanpa margin untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD kepada karyawan atau mitranya yang sumbernya bisa berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) maupun pos lainnya. Untuk meningkatkan dana CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan kontribusi CSR yang lebih tinggi dari BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.
  9. Peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah. Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sistem yang sarat dengan nilai dan sekaligus merupakan petunjuk dari Sang Pencipta diyakini mampu mewujudkan kegiatan ekonomi yang produktif dalam kerangka keadilan. Untuk itu, masyarakat perlu diberi pemahaman yang benar tentang ekonomi dan keuangan syariah melalui pendekatan berikut: a. Gerakan satu keluarga satu duta (melalui santri/murid/mahasiswa yang sekarang sedang menjalankan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di rumah);
  10. Pengadaan bantuan pendidikan ekonomi syariah untuk mahasiswa terkena dampak Covid-19;
  11. Pemberian perizinan dan fasilitas bagi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta untuk menjalankan program PJJ yang menawarkan program ekonomi syariah dengan penekanan pada pembinaan akhlak dan tujuan – tujuan syariah (maqashid syariah);
  12. Perluasan infrastruktur sambungan internet penunjang PJJ merata seluruh Indonesia secara gratis.
  13. Pengembangan finansial teknologi syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara syariah pada saat yang bersamaan peningkatan fokus di social finance (ZISWAF) di samping commercial finance. Ini juga termasuk pembangunan market place untuk mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM yang berjumlah hampir 60 juta saat ini, dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Selengkapnya dapat diunduh di sini.