Universitas Azzahra Jakarta menggelar Workshop Ekonomi Kreatif Perfilman Indonesia bertajuk “Menumbuhkan Ekonomi Kreatif Melalui Dunia Broadcasting Perfilman” pada Sabtu (28/4) di Kampus Universitas Azzahra, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Workshop yang dihadiri oleh segenap civitas academica Universitas Azzahra ini menghadirkan para pembicara dari para kru film “The Power of Love 212” yang sebentar lagi akan tayang di bioskop-bioskop, antara lain: sutradara Justis Arimba, pemeran utama Fauzi Baadila, dan pemeran pendukung lainnya, seperti Adhin A Hakim.
Dalam workshop ini, Rektor Universitas Azzahra – Syamsu A Makka mengemukakan, bahwa workshop ini sangat baik guna mengembangkan minat dan bakat mahasiswa di bidang perfilman.
“Ini salah satu program pembangunan yang sekarang sedang dihidupkan oleh pemerintah, yaitu menumbuhkan ekonomi kreatif, dan ini bisa berkembang menjadi UKM,” ungkap Syamsu saat membuka acara
Menurut Syamsu, pihaknya memberikan kesempatan bagi mahasiswa-mahasiswi Azzahra guna mengembangkan kreatifitas dan inovasi dirinya di bidang perfilman. Untuk itu, pihaknya ke depannya akan menyiapkan program-program dalam bentuk perkuliahan/workhop, yang bisa memacu munculnya bakat-bakat sineas muda dari kampus yang dipimpinnya tersebut.
“Kami punya program studi Komunikasi Penyiaran Islam. Nah, bidang perfilman ini bisa masuk dalam dalam program study ini. Untuk itu, kami akan mengajak para sineas muda seperti Fauzi Baadila, misalnya, untuk bergabung bersama kami, menjadi tenaga ahli didalam mengembangkan potensi-potensi bakat mahasiswa kami di bidang perfilman,” papar Syamsu panjang lebar.
Dengan begitu, lanjut Syamsu, maka nantinya dari Kampus Azzahra ini diharapkan akan muncul sineas-sineas muda berbakat yang mampu menghasilkan karya-karya film bernuansa Islami yang berkualitas.
Sementara itu, sutradara film “The Power of Love 212”, Jastis Arimba yang menjadi pembicara pertama di workshop ini, mengungkapkan, kalau dirinya sangat merasa tertantang untuk bisa mengabadikan momen bersejarah bagi umat Muslim di tanah air, yaitu peristiwa aksi damai ummat Muslim 212 di Monas Jakarta, ke dalam sebuah film yang berkualitas. Menurut Jastis, peristiwa aksi damai ummat Muslim 212 merupakan peristiwa sejarah yang sangat penting dan sangat layak untuk diabadikan dalam sebuah film.
Jastis yang spesialisasinya adalah pembuat film documenter, mengungkapkan, film “The Power of Love 212” ini adalah film cerita layar lebar pertama yang disutradarainya.
Meskipun baru pertama kali menyutradarai film cerita layar lebar ini, Jastis tidak merasa kesulitan, karena dirinya sudah sangat familiar dengan konsep pembuatan film documenter yang berbasiskan kepada peristiwa tertentu.
Dalam film tersebut, Jastis mengemas peristiwa bersejarah itu melalui berbagai cerita-cerita menarik dan inspiratif dari para pelaku sejarah yang terkait dengan momen aksi damai 212 tersebut.
Sementara itu, pengamat perfilman – Kristopo yang juga salah satu dosen Universitas Azzahra menganggap film “The Power of Love 212” adalah film yang menarik, karena menjadi pengingat sebuah peristiwa yang bersejarah bagi umat Muslim di Indonesia.
“Film ini mengingatkan terjadinya sebuah peristiwa yang dilandasi rasa cinta terhadap agamanya dari masyarakat Ciamis, dan juga dari berbagai penjuru Indonesia lainnya, guna berkumpul dalam satu tempat dan memperjuangkan keyakinannya,” ungkap Kristopo.
Film “The Power of Love 212” ini menceritakan pergulatan batin dari tokoh utama Rahmat (Fauzi Baadila, seorang jurnalis) yang harus bersitegang dengan Ayahnya, seorang tokoh agama desa yang dianggapnya keras dan konservatif, yang tiba-tiba memutuskan untuk melakukan longmarch bersama para kaum muslimin dari desanya menuju Jakarta untuk berpartisipasi dalam 212 dengan tujuan membela Kitab Suci Alquran yang di cintainya.
Rahmat menganggap aksi 212 dan aksi-aksi sebelumnya adalah gerakan politik yang menunggangi umat Islam untuk kepentingan kekuasaan. Namun, melihat kondisi ayahnya yang sudah tua akhirnya Rahmat memutuskan untuk menemani ayahnya untuk melakukan perjalanan jauh tersebut. Perjalanan akhirnya berubah menjadi sebuah kisah yang bernilai bagi Rahmat.

