Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), H Ikhsan Abdullah menilai, sikap Persekutuan Gereja-gereja Kabupaten Jayapura (PGGJ) yang menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha Sentani dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sikap PGGI yang menuntut agar tinggi menara masjid tidak lebih dari bangunan gereja juga tidak sesuai dengan semangat Pancasila.
“Polisi wajib melakukan penyelidikan terhadap motif dari pernyataan sikap tersebut, karena dari perspektif hukum pidana perbuatan tersebut merupakan ujaran kebencian (hatespeech),” kata Ikhsan Abdullah dalam keterangan tertulis kepada mysharing, Selasa (20/3/2018).
[bctt tweet=”Wakil Ketua Komisi Hukum MUI : Sikap PGGI Tidak Sesuai Dengan Semangat Pancasila #sikapMUI#mysharing#jadilebihbaik” username=”my_sharing”]
Ikhsan menegaskan, penyelidikan yang dilakukan polisi juga untuk meluruskan apa dasar yang melatari munculnya sikap dari PGGJ tersebut. Karena jika sekelompok orang apalagi dianggap sebagai panutan masyarakat dalam komunitas agama tertentu diberikan keluasaan untuk menyerang “dalam ujaran kebencian” kepada komunitas agama lain apalagi menyerang Islam, tentu saja tidak boleh diabaikan dan harus segera mendapatkan prioritas penanganannya oleh polisi.
“Harus segera ditangani karena sikap PGGI tersebut berpotensi memicu konflik sosial yang bisa mengancam stabilitas nasional,” Pungkas Ikhsan.
Sebagai antisipasi, sambung Ikhsan, maka pihaknya berharap sepenuhnya agar pihak Polri dapat melakukan penyelidikan secepatnya pada para pendeta yang mengatasnamakan PGGJ tersebut. Hal tersebut dilakukan agar harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang berbudaya dan sekaligus sebagai bangsa yang religius dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Seperti diketahui PGGJ menuntut agar pembangunan menara Masjid Al-Aqsha Sentani yang tercantum dalam data Sistem informasi masjid kemenag dengan No ID Masjid 01.2.32.03.01.000001 dihentikan dan dibongkar.
PGGJ meminta agar tinggi gedung masjid tersebut diturunkan sehingga sejajar dengan tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya. PGGJ beralasan menara Masjid Al-Aqsha saat ini lebih tinggi dari bangunan gereja yang sudah banyak berdiri di Sentani.
Ketua Umum PGGJ, Pendeta Robbi Depondoye meminta agar pembongkaran dilakukan selambatnya 31 Maret 2018, atau 14 hari sejak tuntutan resmi diumumkan hari ini. PGGJ juga sudah menyurati unsur pemerintah setempat untuk pertama-tama menyelesaikan masalah sesuai aturan serta cara-cara persuasif.
Sebelumnya, dalam surat pernyataan yang telah beredar luas yang kami peroleh dari cuitan pengguna twitter Dhikkie berikut ini :
Persekutuan Gereja di Papua persoalkan Adzan, Busana Keagamaan dan Menara Masjid.
Pernyataan yang di konfirmasi Pdt. Robbi Depondoye, Ketua Persekutuan Gereja Jayapura tersebut dinilai dapat melukai Toleransi yang selama ini dibangun. pic.twitter.com/4LvpZX4XAc
— ⛺ (@DhikkiE) March 17, 2018

PGGJ juga memutuskan beberapa hal yang menjadi pernyataan sikap PGGJ pada 16 Februari 2018, sebagai berikut :
1. Bunyi azan yang selama ini diperdengarkan dari pengeras suara kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.
2. Tidak diperkenankan berdakwah di seluruh tanah Papua secara khusus di Kabupaten Jayapura.
3. Siswi-siswi pada sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam atau busana bernuansa agama tertentu.
4. Tidak boleh ada ruang khusus seperti mushala pada fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, terminal dan kantor pemerintah.
5. PGGJ akan memproteksi area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan masjid dan mushala.
6. Pembangunan rumah ibadah di Kabupaten Jayapura wajib mendapat rekomendasi bersama PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik hak ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.
7. Tinggi bangunan rumah ibadah dan menara agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.
8. Pemerintah dan DPR Kabupaten Jayapura wajib menyusun Raperda tentang kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.



