“Down to Zero”, Melawan Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2017, Aliansi Down To Zero merasa penting untuk memberikan respon atas masalah Eksploitasi Seksual Komersial  Anak (ESKA), terutama yang terjadi di sektor perjalanan dan pariwisata (travel and tourism) dan online.

Pada Selasa, 1 Agustus 2017, Aliansi Down to Zero mengadakan sebuah seminar yang bertujuan untuk Sharing pembelajaran dalam upaya mencegah kekerasan terhadap anak dan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat lewat fungsi Komite Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat.

“Program ini mendesak langkah-langkah kongkrit untuk menghapuskan eksploitasi seksual komersial anak, terutama di sektor perjalanan, pariwisata dan online. Aliansi Down to Zero(DtZ) -di Indonesia dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2017”, dikatakan oleh ECPAT Indonesia, sebagaimana siaran pers yang diterima MySharing (1/8).

merasa penting untuk memberikan respon atas masalah Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), terutama yang terjadi di sektor perjalanan dan pariwisata (travel and tourism) dan online.

Dalam konteks terjadinya ESKA ini penting untuk memastikan negara sebagai duty bearer dalam

melindungi dan memenuhi hak warga Negara Praktik eksploitasi seksual komersial anak merupakan masalah mendesak di seluruh dunia yang perlu ditangani. Lebih dari 1 juta anak setiap tahun menjadi korban eksploitasi seksual komersial. Aliansi Down to Zero bertujuan untuk menghentikan eksploitasi seksual komersial anak di 11 negara.

Aliansi tersebut merupakan kerjasama antara Terre des Hommes Netherlands, Defence for Children-ECPAT, Free a Girl, ICCO dan Plan Netherlands, yang di dukung oleh mitra strategis kami, Kementrian Luar Negeri Belanda. Aliansi Down to Zero di Indonesia beranggotakan Plan International Indonesia, ECPAT Indonesia, dan mitra-mitra pelaksana Terre des Hommes Netherlands.

Eksploitasi Seksual Komersial Anak merupakan isu yang komplek dengan banyak factor pendorong di antaranya kemiskinan, konflik senjata, norma budaya, teknologi komunikasi modern, meningkatnya kebebasan bertindak, kesenjangan pendidikan, kesenjangan partisipasi politik dan korupsi. Hal tersebut merupakan keadaan yang membuat anak rentan dieksploitasi, dan membuat pelaku kejahatan eksploitasi sulit ditangkap dan diadili.

Program Down to Zero berdurasi selama 5 tahun (2016 – 2020) menyasar 4 komponen utama pelaku perlindungan anak dari eksploitasi seksual komersial anak yakni anak itu sendiri, masyarakat, pemerintah beserta penegak hukum, dan sektor swasta.

Program DtZ dilaksanakan di wilayah Batam, Jakarta, Surabaya dan Lombok dan bermitra dengan lembaga lokal yakni Yayasan Embun Pelangi – Batam, Yayasan Bandungwangi – Jakarta, Surabaya Children Crisis Center (SCCC)-Surabaya, Koalisi Perempuan Indonesia-Surabaya (KPI Jatim), Yayasan Galang Anak Semesta (GAGAS) – Mataram.

Dalam setahun perjalanan program DtZ ini setidaknya terdapat 576 anak yang terlatih untuk melakukan advokasi yang memampukan mereka untuk memahami hak-hak dan memobilisasi teman sebaya dalam menolak ESKA.  588 anak telah dilatih utk melakukan peningkatan kesadaran tentang pencegahan ESKA bagi teman sebaya.

Sebanyak 2169 anggota masyarakat yang telah dijangkau dan berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesadaran tentang pencegahan dan penanganan ESKA, 75 keluarga korban ESKA dan 447 anak rentan ESKA (beberapa di antaranya adalah korban ESKA) sudah dijangkau dan mendapatkan layanan yang dibutuhkan seperti pendampingan dalam bentuk konseling, pendidikan, kesehatan, bantuan hukum dan rehabilitasi dan pelatihan keterampilan hidup.

Juga tercapai 12 mekanisme perlindungan anak di Batam, Jakarta, Surabaya dan Lombok Tengah dan Lombok Barat telah dibentuk dan dilatih untuk menjalankan fungsi pencegahan, pelaporan dan rujukan terkait isu perlindungan anak dan ESKA.

Terdapat 10 perusahaan sektor hospitality di Jakarta dan Surabaya (hotel, kafe, panti pijat, travel agent, karaoke) sudah menandatangani perjanjian untuk mempromosikan perlindungan anak dan menolak  ESKA di lingkup usaha mereka.