Asia dinilai menjadi motor dalam industri keuangan syariah global. Sementara, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi pasar keuangan syariah terbesar di Asia yang belum digenjot secara optimal.

Sultan Perak, Sultan Nazrin Muizzuddin Shah, mengatakan pangsa pasar perbankan syariah Indonesia hanya sekitar lima persen dari perbankan nasional. Sementara, pertumbuhannya rata-rata 35 persen per tahun pada 2010-2013. Oleh karena itu, Indonesia punya potensi untuk berkembang lebih besar lagi mengingat Indonesia memiliki jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Nazrin pun mengapresiasi langkah regulator dan para pemangku kepentingan industri keuangan syariah Indonesia dalam menyiapkan roadmap industri keuangan syariah.
Di sisi lain, Nazrin melanjutkan berdasar potensinya Asia, terutama Asia Tenggara dan Asia Timur, dapat berkontribusi lebih dari 50 persen pada pertumbuhan industri keuangan syariah hingga 2018. “Secara rata-rata, industri keuangan syariah Asia diperkirakan naik hampir dua kali lipat lebih cepat dibanding kawasan dunia lainnya dalam 10 tahun ke depan. Bertumbuhnya populasi kelas menengah Asia akan menjadi motor pertumbuhan yang penting,” kata Nazrin, dilansir dari Sun Daily, Rabu (12/11).
Ia menambahkan pada 2030 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan Asia akan memiliki 66 persen dari kelas menengah dunia, meningkat enam kali lipat dari 525 juta jiwa pada 2009 menjadi 3,2 miliar jiwa. Selain itu, OECD juga memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto di Asia sekitar 5,5 persen per tahun hingga 2017. Baca Juga: Ini Strategi Untuk Menyalip Raksasa Asia!
Dengan kombinasi tingginya tabungan dan peningkatan gaji di Asia, maka ada potensi jangka panjang untuk pasar konsumsi. “Asia adalah kawasan yang tumbuh pesar dengan populasi lebih dari 600 juta jiwa, itu setengah dari populasi Cina dan dua kali lipat dari Amerika Serikat,” ujar Nazrin.
Pada akhir 2014, jumlah penduduk kelas atas di Asia pun diperkirakan akan melebihi yang ada di Amerika Utara dan Eropa. Salah satu sektor yang dinilai Nazrin sesuai dengan keuangan syariah adalah pembiayaan infrastruktur. Ia mengakui pembiayaan infrastruktur biasanya berskala besar dan penuh tantangan, tapi sangat menguntungkan.
“Terlepas dari risiko counter-party, maupun risiko yang berasal dari pemasok, konstruksi, ketidaksesuaian mata uang, durasi dan permintaan, konsep risiko dan bagi hasil yang ada di lembaga keuangan syariah akan cocok untuk pembiayaan infrastruktur,” jelas Nazrin.

