Akad bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah dinilai sebagai akad yang paling sesuai dengan implementasi ekonomi syariah di lembaga keuangan. Namun belum banyak bank syariah yang menggunakan akad bagi hasil sebagai andalan dalam penyaluran pembiayaan ke nasabah.

Berdasar Statistik Otoritas Jasa Keuangan per Agustus 2014, pembiayaan murabahah (jual beli) masih mendominasi dengan Rp 112,2 triliun dari total pembiayaan sebesar Rp 187,8 triliun. Direktur Unit Usaha Syariah PermataBank, Achmad K Permana, mengatakan akad berbagi hasil seperti musyarakah agak sulit untuk diimplementasikan.
“Itu karena harus setiap akhir bulan memberikan dokumen laporan cost (biaya), jadi agak ribet. Pembiayaan berbagi hasil hanya dilakukan pada konsumen tertentu saja,” kata Permana. Saat ini pun porsinya kurang dari 5 persen dari total pembiayaan UUS PermataBank yang sebesar Rp 12 triliun.
Namun, di sisi lain kini UUS PermataBank sedang menyiapkan produk baru berakad musyarakah mutanaqisah (MMQ). Permana mengungkapkan pihaknya baru saja memeroleh izin dari OJK untuk penerbitan produk berakad MMQ untuk usaha kecil dan menengah dan pembiayaan kepemilikan rumah. “Mudah-mudahan bisa diluncurkan awal tahun depan,” ujar Permana. Baca: Mengenal Akad Musyarakah Mutanaqisah
Pembiayaan UUS PermataBank sendiri saat ini beragam. Tidak hanya produk dengan akad murabahah, musyarakah atau mudharabah, tetapi juga ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT). Produk berakad IMBT menjadi populer untuk pembiayaan kepemilikan rumah. Per September 2014 UUS PermataBank mencatat aset Rp 15,5 triliun dan dana pihak ketiga sekitar Rp 12 triliun.
Total aset perbankan syariah Indonesia per Agustus 2014 mencapai Rp 244,1 triliun, naik sekitar 20 persen dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 223,5 triliun. Sementara, dana pihak ketiga tumbuh 19 persen, dari Rp 170 triliun pada Agustus 2013 menjadi Rp 185,5 triliun pada Agustus 2014.

