Korea Selatan menjadi salah satu negara eksportir terbesar ke negara-negara mayoritas muslim. Kini negara tersebut pun tengah menyiapkan diri menjadi pusat keuangan syariah di Asia Timur, bersaing dengan Jepang, Hong Kong dan Singapura. Namun, masih ada satu pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.

Tanpa relaksasi pajak, sukuk bisa dikenakan pajak lebih tinggi daripada instrumen konvensional. Isu pajak yang terkait dengan penerbitan sukuk adalah mengenai pengenaan pajak ganda dan pajak pertambahan nilai. “Namun pendukung keuangan syariah di Korea Selatan yakin penundaan amandemen ini hanyalah kemunduran kecil,” kata Paldi, dikutip dari ein news, Selasa (23/12). Baca Juga: Malaysia Perpanjang Insentif Pajak Sukuk Ijarah dan Wakalah
Sementara, Gubernur Financial Supervisory Service of Korea, Kim Jong Chang, mengatakan keuangan syariah merupakan salah satu inovasi di pasar keuangan global. Pihaknya pun berkomitmen untuk memfasilitasi keuangan syariah di Korea. “Krisis keuangan global menunjukkan jasa keuangan tak bisa terlepas dari ekonomi riil dan kami melihat kesesuaian yang tepat mengenai hal tersebut pada keuangan syariah,” ujar Chang.
Beberapa perusahaan Korea Selatan seperti GS Caltex, Korean Air, Hyundai, Samsung dan lainnya dilaporkan telah tertarik akan kemungkinan menghimpun dana dari sukuk. Perusahaan Lucky Goldstar, Samsung, Korea Shipping juga telah mengakses fasilitas komoditi murabahah melalui pasar London. Baca: Jelang MEA, Bursa Komoditi Syariah Jadi Hal yang Mutlak
Sementara Export-Import Bank of Korea telah memiliki layanan jasa penerbitan sukuk, meski kini belum ada yang masuk ke pasar. Bank sentral Korea sendiri telah menjadi salah satu regulator yang bergabung dengan Islamic Financial Services Board, menyusul bank sentral Luxembourg, bank sentral Jepang, otoritas moneter Hong Kong dan Singapura.

