Jalak Bali Satwa Langka
Leucopsar Rothschildi (Jalak Bali) diestimasi tinggal 300-400 ekor tersisa di habitat alaminya di Bali pada 2012. Miris populasinya lebih banyak di penangkaran daripada di alam. Foto: id.wikipedia.org

Fatwa Satwa Langka dari MUI

Pendekatan keagamaan, dari hati ke hati, dipandang lebih efektif daripada pendekatan represif agar manusia turut menjaga ekositem bumi. Demikian dikatakan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Hayu Prabowo, di Jakarta, seperti dilansir dalam situs mui[dot]or[dot]id, melatarbelakangi peluncuran Fatwa MUI No.4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem.

Jalak Bali Satwa Langka
Leucopsar Rothschildi (Jalak Bali) diestimasi tinggal 300-400 ekor tersisa di habitat alaminya di Bali pada 2012. Miris populasinya lebih banyak di penangkaran daripada di alam. Foto: id.wikipedia.org

Komisi Fatwa yang terdiri dari sekitar 30 ulama ikut prihatin terhadap fenomena punahnya satwa langka. Komisi mengumpulkan sejumlah ayat al-Quran dan Hadis yang bisa menjadi landasan. Fatwa tersebut ditetapkan di Jakarta per tanggal 22 Januari 2014M, atau 19 Rabiul Awal 1435H. Peluncuran dan Sosialisasi fatwa satwa langka ini  kepada publik dilakukan di Schmutzer Media Center, Kebun Raya Ragunan, Jakarta Selatan, 12 Maret 2014.

“Tonggak sejarah penting, di dunia di tengah fenomena kerusakan global yang bersifat akumulatif yang antara lain kerusakan eko-sistem,” kata Ketum MUI Din Syamsuddin dalam sambutannya, seraya berharap fatwa satwa langka ini diterjemahkan ke sejumlah bahasa dunia dan menjadi bekal para mubaligh.

Din berharap, sosialisasi ini bisa menjadi gerakan, melibatkan Kementerian Kehutanan, Pemda, seluruh Ormas Islam, agama lain, dan komunitas pencinta satwa di tanah air. Sebagai langkah kongkrit, MUI menyiapkan naskah-naskah Khutbah Jumat dan ceramah keagamaan di seluruh tanah air terkait ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang memuat tentang pelestarian satwa langka.

Hayu mengatakan, banyak kebijakan yang tidak tepat terkait dengan pemberian ijin pengelolaan hutan, misalnya pemerintah sering mempermudah investor. Meski cakupan Fatwa MUI Nomor 04/2014 lebih menekankan pada individu manusia secara umum, sebenarnya fatwa satwa langka ini lebih ditujukan kepada pemangku kepentingan secara menyeluruh, baik itu itu di level pusat maupun daerah, penegak hukum, karena dari tangan merekalah yang lebih mampu menerapkannya.

Sementara itu, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya telah meneken MOU agar para muballigh menyampaikan dakwah terkait isu lingkungan. Indonesia adalah negeri yang diberikan tuhan kekayaan alam yang luar biasa, hampir 300.000 flora dan fauna ada di Indonesia.

Zulkifli menjelaskan, ancaman eksistensi satwa langka adalah habitatnya rusak oleh perkebunan, dan karena kesadaran manusia yang rendah, misalnya membunuh harimau untuk kebanggaan, membunuh gajah untuk dijual gadingnya. Namun, kesadaran masyarakat akan satwa semakin meningkat.

Inspirasi untuk mengusulkan fatwa satwa langka ini muncul dari komunikasi yang dijalin dengan sejumlah aktifis lingkungan. Saat silaturahim ke kantor WWF, Hayu mengaku mendapatkan penjelasan tentang pentingnya menjaga kelestarian  binatang seperti harimau, gajah dan orang utang, karena mereka adalah binatang paling yang menjaga ekosistem.

MUI telah terjun ke banyak tempat, termasuk Taman Nasional Tesonilo dan Marga Satwa Rimbang Baling di Riau. Hayu juga mengaku prihatin, karena hutan yang sebelumnya merupakan sebuah kawasan yang multikultur menjadi monokultur, karena tidak ada tumbuhan lain selain kelapa sawit.