Khalifah Umar bin Abdul Azis memobilisasi hibah dari orang kaya ke orang miskin, ketika inflasi tinggi. Ini contoh solusi ekonomi Islam atasi inflasi.

Harga-harga naik, daya beli masyarakat menurun, dapat berimbas pada melambannya perekonomian. Namun ini bukan akhir dunia. “Pasti ada jalan keluarnya. Pemerintah yang cerdas tentu bisa mengatur penghematan uang subsidi ini dengan sebaik-baiknya agar dampak inflasi bisa dikendalikan dan bisa diatasi dengan berbagai cara oleh pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Umpamanya untuk beberapa jangka waktu tertentu masyarakat kurang mampu diberikan subsidi lain seperti subsidi pangan, subsidi kesehatan, subsidi modal kerja,” kata pakar ekonomi Islam, Dr. Jafril Khalil kepada MySharing.
Tagih Janji Jokowi
Jafril juga menyarankan, pemerintah untuk lebih serius menciptakan lapangan kerja masal. Misalnya dengan menggelar proyek-proyek padat karya seperti menambah perluasan areal persawahan, perkebunan, dan membangun infrastruktur lain. Biaya subsidi seperti ini pasti jauh lebih murah dan lebih mudah dikendalikan dibanding dengan subsidi BBM.
Nah, inilah saatnya menagih janji pasangan Jokowi-JK tentang penciptaan lapangan kerja baru yang diumbarnya di masa kampanye presiden lalu.
“Seandainya pemerintah bisa mengimbangi dampak inflasi ini dengan mengalihkan uang subsidi ini kepada sesuatu yang lebih baik dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, maka akan tercapai kesejahteraan masyarakat dan tercapainya amanat Undang-Undang Dasar 1945. Maka di dalam konteks pandangan Islam, hal seperti inilah yang lebih baik, berarti tujuan bernegara secara syariat sudah dapat dicapai,” ujar Jafril. Baca juga: Buat Apa Ada Negara Kalau Rakyat Menderita
Hibah dari si Kaya ke Si Miskin
Di dalam sejarah pemerintahan Islam pada zaman Umar bin Abdul Aziz (717-720M), beliau mampu mengendalikan inflasi yang begitu tinggi dengan cara pengalihan sebagian besar aset-aset orang kaya kepada orang miskin dengn model hibah, hibah perkebunan dan peternakan, dengan cara berkongsi antara orang kaya dan orang miskin dalam pengelolaan perkebunan dan peternakan (muzaro’ah). Ini menggunakan sistem bagi hasil layaknya diterapkan oleh perbankan syariah kita saat ini. Adapula dengan memberikan lapangan kerja kepada orang-orang miskin dengan pemeliharaan lahan-lahan pertanian, perkebunan, peternakan di mana hasilnya dibagi antara pemilik dan yang memelihara (musaaqoh). Ini disebut juga sistem bagi hasil pertanian.
Menurut Jafril, metode seperti ini sebenarnya bisa diadopsi oleh Indonesia dengan cara-cara modern dan mudah untuk diawasi seperti palikasi sistem ekonomi Islam secara lebih serius. Sebaliknya, jika pemerintah tidak cerdas di dalam mencarikan solusi dalam mengatasi kemungkinan inflasi yang timbul tentu akan terjadi kekacauan ekonomi, kesengsaraan kepada sebagian besar masyarakat dan kemungkinan besar akan terjadi kejahatan seperti pencurian, perampokkan dan sebagainya.
“Di sinilah perlunya kemampuan dan profesionalisme pemerintah dalam mengelola negara. Seandainya mereka memang kurang mampu untuk mengendalikan negara ini, tentu pilihan untuk mensubsidi BBM ini secara terus-menerus itulah yang terbaik. Namun akibatnya di suatu masa bisa membangkrutkan negara secara menyeluruh, apalagi jika subsidi yang diberikan itu diambil dari utang yang makin hari semakin membesar. Dan, kebanykan utang tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Islam,” jelas Jafril. Baca juga: Islam dan Subsidi BBM

