“Indonesia berpeluang menjadi pasar produk halal terbesar di dunia, sekaligus menjadi produsen produk halal.”
Demikian hal tersebut diungkapkan Menteri PPN/Kepala Bappenas – Bambang Brodjonegoro dalam acara High Level Discussion dengan tema “Indonesia, Pusat Ekonomi Islam Dunia” yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) hari ini (25/3) di Gedung Bappenas, Menteng, Jakarta.
Menurut Bambang, peluang Indonesia menjadi pasar produk halal terbesar, hal ini dikarenakan Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain.
Karena itu, tegas Bambang, strategi-strategi di sektor perdagangan dan upaya untuk diversifikasi produk perlu untuk difokuskan pada beberapa pasar tujuan potensial produk halal.
“Pemerintah harus secara jeli dan cermat dapat memantau komoditas yang permintaannya tinggi, salah satunya adalah produk dan jasa halal yang menurut data Halal Industry Development Corporation tahun 2016, diperkirakan mencapai USD 2,3 triliun. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor, di antaranya makanan, bahan dan zat adiktif, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi, dan logistik,” papar Bambang, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IAEI, dan Sekretaris Dewan Pengarah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
Bambang lalu menjelaskan, peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21 persen dari total ekspor secara keseluruhan (Comtrade, 2017). Meski angka tersebut belum maksimal, namun perkembangan ekspor produk halal Indonesia mengalami peningkatan sebesar 19 persen sejak 2016.
“Di masa mendatang, peran ekspor produk halal ini harus dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pemanfaatan permintaan dari negara tujuan ekspor produk halal, serta potensi ekspor ke negara anggota Organisasi Konferensi Islam seperti Mesir dan Uni Emirat Arab,” tegas Bambang lagi.
Selain itu, lanjut Bambang, peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang didapatkan perlu juga untuk diperhatikan agar mampu meningkatkan ekspor produksi barang dan jasa halal Indonesia. Potensi segmen lain industri halal yang dapat dikembangkan oleh Indonesia antara lain adalah di segmen pariwisata halal.
“Pariwisata halal saat ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata global,” ungkap Bambang.
Menurut Bambang, Moslem traveler memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata, yang besarnya mencapai USD 120 miliar pada 2015, tahun di mana pertumbuhan wisatawan muslim meningkat hingga 6,3 persen.
Pada saat yang sama, wisatawan Indonesia meningkat lebih tinggi dan mencapai pertumbuhan sebesar 10,3 persen. Pengeluaran wisata muslim global ini cenderung terus meningkat, mencapai USD 169 miliar pada 2016, dan diperkirakan akan mencapai USD 283 miliar pada 2022. Data pariwisata halal global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan turis muslim terbesar, berpengeluaran mencapai USD 9,7 miliar atau setara dengan 141 triliun, dengan total turis domestik sebesar 200 juta orang.
“Sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17.000 pulau, 300 suku, 746 bahasa dan dialek serta lebih dari 800.000 masjid, Indonesia berpotensi besar untuk terus berkontribusi meningkatkan pendapatan negara melalui moslem-friendly tourism,” ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, saat ini Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia, dengan penerimaan devisa negara mencapai USD 13 miliar, yang berkontribusi terhadap PDB sebesar USD 57,9 miliar (UNWTO Highlights, 2016). Dalam hal ini, telah terjadi peningkatan kedatangan wisatawan Timur Tengah, sebesar 32 persen pada 2016.
“Pada 2020, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi kontributor terbesar bagi penerimaan devisa Negara,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan, peningkatan ini merupakan hasil positif dari akselerasi halal tourism di beberapa destinasi wisata Indonesia, seperti Lombok, Padang, Aceh, Bangka Belitung, Jakarta, hingga Maluku Utara. Selain itu, atraksi yang unik serta sarana yang memadai telah mendukung secara signifikan pada peningkatan pariwisata halal.
“Faktor kunci pendukung wisata halal di Indonesia, di antaranya adalah dukungan kebijakan dan regulasi, pemasaran dan promosi, serta pengembangan destinasi melalui atraksi aksesibilitas dan amenitas. Selain itu, peningkatan kapasitas pariwisata yang mencakup sumber daya manusia dan industri juga menjadi unsur yang sangat penting,” demikian harap Bambang Brodjonegoro.