Ini Ciri Khas Sukuk Indonesia!

Sukuk telah menjadi instrumen investasi yang mendunia. Kendati telah banyak negara yang menerbitkan instrumen ini, sukuk Indonesia memiliki ciri khasnya tersendiri.

Pemesanan sukuk ritel di salah satu agen penjual.
Pemesanan sukuk ritel di salah satu agen penjual.

Rekam jejak sukuk di Indonesia telah dimulai pada 2002 ketika Indosat menerbitkan sukuk mudharabah. Pasar sukuk Indonesia pun kian berkembang setelah pemerintah mengesahkan Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara pada 2008. Presiden Direktur Karim Business Consulting, Adiwarman A Karim, mengatakan Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu penerbit sukuk terbesar di dunia. Ada tiga aspek yang membedakan sukuk di Indonesia dengan negara lain.

Pertama, dari aspek pemanfaatan dana sukuk. Adiwarman menuturkan sukuk yang diterbitkan di Indonesia sangat beragam. Pemanfaatannya yang semula untuk membiayai defisit anggaran belanja negara pun telah bergeser dengan mengalokasikannya pada sektor yang riil dan nyata. “Awalnya sukuk untuk biayai APBN, tapi lalu kita masuk sukuk jenis lain karena sebenarnya bukan hanya sekedar untuk biayai APBN atau pencitraan negara, tapi memang untuk pembangunan bangsa dengan adanya sukuk proyek,” kata Adiwarman dalam Seminar Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam, akhir April lalu.

Selain itu, dilihat dari aspek waktu penerbitan sukuk pun di Indonesia sukuk diterbitkan secara berkala dan kontinu. “Sementara di negara lain penerbitannya dalam jumlah besar tapi hanya sekali-sekali, jadi yang penting heboh,” tukas Adiwarman. Baca: IIFM: Pasar Sukuk Global Lampaui 150 Miliar Dolar

Aspek lainnya adalah dari aksesbilitas sukuk. Adiwarman menuturkan hadirnya sukuk ritel membuat sukuk dapat dibeli oleh rakyat biasa. Sedangkan, di negara lain sukuk hanya dapat dibeli oleh orang kaya atau perusahaan besar karena jumlahnya yang juga besar. “Dengan adanya sukuk ritel ini jadi semua masyarakat bisa menikmati (berinvestasi di sukuk),” jelas Adiwarman.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro, pun mengakui penerbitan instrumen obligasi syariah dilakukan untuk menambah opsi portofolio investasi industri keuangan syariah dan masyarakat. Melalui penerbitan sukuk ritel pun membuka kesempatan bagi masyarakat untuk turut berinvestasi di instrumen pemerintah, sehingga tak hanya negara yang memperoleh manfaat tetapi juga investor ritel.

“Sukuk global di Timur Tengah mungkin lebih besar jumlahnya tapi perhatikan siapa investornya? Pembelinya adalah investor besar karena penjualannya dalam satuan besar, jadi praktis kalau menjual sukuk non ritel maka proses pemerataan pendapatan tidak terjadi karena kebanyakan investornya adalah perusahaan,” papar Bambang. Baca: Bisnis Keuangan Syariah Didorong Meluas ke Segala Lini

Ia pun menekankan pentingnya mempunyai instrumen keuangan syariah yang bisa menyentuh masyarakat banyak. “Jangan berhenti pada struktur sukuknya, tapi coba satu langkah ke depan bagaimana agar manfaatnya ke masyarakat lebih besar dan merata. Upayakan harus ada pemikiran baru tidak hanya di bidang keuangannya, tapi bagaimana menyalurkan instrumen keuangan syariah secara umum,” kata Bambang.