Ini Tantangan Perbankan Syariah Untuk Sumbang Stabilitas Keuangan!

[sc name="adsensepostbottom"]

Pangsa pasar keuangan syariah Indonesia saat ini memang masih kecil, namun dengan integrasi antar sektor keuangan syariah dinilai akan dapat turut menyumbang stabilitas keuangan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Menangkan hati pelanggan dengan syariah serviceDirektur PermataBank Syariah, Achmad K Permana, mengatakan sebelum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hadir, aturan industri keuangan syariah tidak saling sejalan. Namun, kini dengan seluruh lembaga keuangan tergabung dalam satu naungan OJK, maka hal tersebut menjadi suatu modal dasar karena kini kebijakannya bisa selaras.

Permana memaparkan tujuan adanya integrasi keuangan adalah agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Namun dari sisi praktisi, menurutnya, masih terdapat tantangan integrasi keuangan syariah di beberapa area.

Pertama, karakteristik masyarakat Indonesia yang melakukan pemilihan produk hanya berdasarkan keunikan dan benefit produk dibandingkan nilai kesyariahan produk. Kedua, integrasi keuangan yang belum memberikan solusi atas kelangkaan produk berbasis syariah bahkan untuk produk dasar, seperti instrumen investasi dan pembiayaan syariah. Baca: Integrasi Keuangan Syariah untuk Ekonomi Berkelanjutan

Ketiga, treatment yang belum sesuai dengan karakteristik produk syariah. “Contohnya pengenaan tax margin deposito murabahah berdasarkan tax bunga deposito konvensional padahal deposito mudharabah lebih mirip dengan produk reksadana,” kata Permana, dalam Seminar Ikatan Ahli Ekonomi Islam ‘Integrasi Keuangan Syariah Menuju Stabilitas Keuangan dan Pembangunan Ekonomj Berkelanjutan, Selasa (14/4). Keempat, sistem keuangan syariah yang relatif infant langsung dihadapkan dengan sistem keuangan konvensional yang sudah lebih mapan.

Agar integrasi industri keuangan syariah bisa berkontribusi optimal, lanjut Permana, maka perlu koordinasi, kampanye, keberpihakan dan menyediakan keunggulan yang kompetitif. Di sisi koordinasi, perlu integrasi dari seluruh pemangku kepentingan baik industri perbankan syariah maupun non perbankan syariah, regulator, DSN MUI, dan lembaga lain yang terkait seperti Mahkamah Agung, Dirjen Pajak, dan Ikatan Akuntansi Indonesia. Sementara, kampanye diperlukan berupa edukasi dan sosialisasi atas keunggulan produk syariah serta peran penting sistem keuangan syariah untuk perkembangan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

Permana menambahkan keberpihakan juga diperlukan karena industri keuangan syariah sebagai industri infant perlu diberikan insentif pada awal perkembangannya. “Insentif bisa dikurangi secara bertahap pada saat industri bisa bersaing dengan sistem keuangan konvensional,” kata Permana. Baca: Keuangan Syariah Perlu Intervensi Pemerintah

Di sisi lain, ia tak menampik bahwa setiap pemain di industri juga harus inovatif dan menciptakan keunggulan kompetitif yang dapat mendorong pertumbuhan industri syariah secara keseluruhan. “Saya percaya di keuangan syariah masih banyak hal yang belum tergali, dimana ini seluruhnya harus bisa saling bekerjasama agar bisa tergarap. Mengenai keunggulan kompetitif banyak yang kita bisa berikan lebih dari konvensional seperti ijarah muntahiya bittamlik, mudharabah,” tukas Permana.

Menurut Permana, dengan sistem keuangan syariah yang berbasis underlying transaksi sektor riil dan sistem keuangan syariah yang mulai terintegrasi di bawah koordinasi OJK, maka integrasi keuangan syariah merupakan instrumen cocok untuk mendukung ekonomi berkelanjutan karena tidak adanya instrumen derivatif dan spekulatif, dan hanya membiayai berdasar kebutuhan riil.