Bank Indonesia (BI) memandang Islamic Financial Inclusion sebagai kondisi penyelarasan keuangan inklusif dengan prinsip syariah. Hal itu dijelaskan Deputi Gubernur Bank Indonesia – Halim Alamsyah saat membuka Seminar Nasional Keuangan Inklusif bertajuk “Pentingnya Keuangan Inklusif dalam Meningkatkan Akses Masyarakat dan UMKM terhadap Fasilitas Jasa Keuangan Syariah” di Surabaya, baru-baru ini.
“Keuangan syariah dan kebijakan keuangan inklusif memiliki potensi untuk bersinergi dengan baik, mengingat kesamaan konsep yaitu keuangan inklusif bertujuan memberikan akses keuangan yang mudah, murah, aman dan sesuai bagi masyarakat unbanked, serta bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat agar mampu hidup lebih sejahtera dan keluar dari garis kemiskinan. Sementara prinsip syariah bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat melalui prinsip partnership dan profit sharing,” demikian ujar Halim Alamsyah dalam sambutannya pada seminar tersebut.
Secara demografis, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yakni 87,18% dari total jumlah penduduknya beragama Islam (BPS, 2010). Dari mayoritas penduduk muslim tersebut, disinyalir merupakan penyumbang angka unbanked yang besar di Indonesia.
Menurut Halim, konsep partnership sangat dibutuhkan kelompok unbanked mengingat rendahnya tingkat literasi keuangan, sementara pendampingan masyarakat melalui kemitraan akan mempercepat membantu mereka ke arah yang lebih baik.
Selain itu, saat ini berkembang juga beberapa pemikiran tentang Islamic Financial Inclusion khususnya terkait dengan pemanfaatan potensi dari kegiatan yang bernilai sosial. Sektor sosial Islam yang mencakup sistem zakat dan wakaf dengan potensi sekitar Rp217 triliun (atau setara dengan 3,4 persen PDB Indonesia) dapat memainkan peran yang sangat penting untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan.
Zakat juga berperan dalam penciptaan saving dan investasi masyarakat sehingga mendorong intermediasi, akses keuangan yang lebih luas sehingga dapat tercipta sistem keuangan yang lebih stabil. Oleh karena itu diperlukan peningkatan peran lembaga keagamaan Islam untuk mendorong peningkatan akses masyarakat kepada layanan keuangan.
Peluang ini searah dengan pengembangan Islamic Financial Inclusion di Indonesia, sehingga Bank Indonesia memandang perlu untuk merespon dengan menyusun strategi dan model bisnis yang mampu menangkap inovasi produk, proses maupun saluran distribusi, demikian Halim Alamsyah. *