Pengertian Fikih Secara Bahasa dan Istilah

usul fikih dan ekonomi islam

Menurut bahasa (etimologi), kata fikih berasal dari bahasa Arab الفَهْمُ yang berarti paham, seperti pernyataan “فَقَّهْتُ الدَّرْسَ” yang berarti “saya memahami pelajaran itu”.[1] Arti ini sesuai dengan arti fikih dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

مَنْ يُرِدِ اللهَ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
Artinya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah swt.. menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan agama”.[2]
[su_box title=” Seri ‘Usul Fikih dan Pengembangan Ekonomi Islam’ oleh Muhammad Zaki, Ketua Prodi Ekonomi Syariah STAI Yasni Muara Bungo.Ini adalah bagian 2″ style=”soft” box_color=”#cc3333″ radius=”5″]

  1. Usul Fikih dan Pengembangan Ekonomi Islam
  2. Pengertian Fikih Secara Bahasa dan Istilah
  3. Ruang Lingkup dan Objek Kajian Fikih 3
  4. Usul Fikih: Pengertian Secara Bahasa
  5. Ruang Lingkup dan Objek Kajian Usul Fikih
  6. al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah
  7. Kedudukan Fikih, Usul Fikih dan al-Qawa’id al-Fiqhiyyah dalam Ekonomi Syariah

[/su_box]
Menurut terminologi, fikih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fikih diartikan sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah islamiyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.[3]

Anabolic steroids and generics Viagra are found in a wide array of both healthy and unhealthy foods—bread, beans, milk, popcorn, potatoes, cookies, spaghetti, soft drinks, corn, and cherry pie. They also come androxine in a variety of forms. The most common and abundant forms are sugars, fibers, and starches.

Fikih menurut al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah adalah sebagai berikut:[4]

Fikih secara bahasa adalah pemahaman yang mutlak, baik secara jelas maupun secara tersembunyi. Dan telah berpendapat sebagian ulama, bahwa fikih secara bahasa berarti memahami sesuatu secara mendalam….)

Para usuliyyun membagi makna fikih secara istilah dalam tiga fase, yakni:[5]

Fase pertama, bahwa fikih sama dengan syariat, yakni segala pengetahuan yang terkait dengan apa-apa yang datang dari Allah swt.., baik berupa akidah, akhlak, maupun perbuatan anggota badan… Fase kedua,… fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syar‘iyyah yang bersandarkan pada dalil-dalil yang terperinci. Fase ketiga, dan ini yang berlaku hingga saat ini, yaitu ilmu tentang hukum-hukum syariah bersifat furu‘iyyah amaliah yang bersandar pada dalil-dalil terperinci).

Dalam pandangan Wahbah az-Zuhaili, terdapat beberapa pendapat tentang definisi kata al-fiqh. Beliau mengutip pendapat Abu Hanifah yang mendefinisikannya sebagai berikut:[6]

مَعْرِفَةُ النَّفْسِ مَا لَهَا وَ مَا عَلَيْهَا
“…pengetahuan seseorang tentang apa yang menguntungkan dan apa yang merugikan.”

Selain itu Wahbah az-Zuhaili juga mengutip ulama kalangan Syafi‘iyyah yang mendefinisikan al-fiqh sebagai berikut:

العِلْمُ بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
“Pengetahuan tentang hukum syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari dalil yang terperinci.”

Fikih adalah hukum Islam yang tingkat kekuatannya hanya sampai zan, karena ditarik dari dalil-dalil yang zanny. Bahwa hukum fikih itu adalah zanny sejalan pula dengan kata “al-muktasab” dalam definisi tersebut yang berarti “diusahakan” yang mengandung pengertian adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam penarikannya dari Alquran dan sunnah Rasulullah saw..[7]

Sedangkan al-Amidi memberikan definisi fikih yang berbeda dengan definisi di atas, yaitu: “ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syarak yang bersifat furu‘iyyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atau istidlal”.[8] Hakekat fikih menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya Garis-Garis Besar Fikih adalah: 1) Ilmu tentang hukum Allah swt., 2) Membicarakan hal-hal yang bersifat amaliyah furu‘iyyah, 3) Pengertian tentang hukum Allah swt. didasarkan pada dalil terperinci, dan 4) Digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih.[9]. [su_pullquote align=”right”]”Fikih merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang menyangkut kegiatan dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan amaliah.”[/su_pullquote]

Dari pengertian yang telah dikemukakan tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa fikih merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang menyangkut kegiatan dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan amaliah, yang merupakan hasil penalaran dan pemahaman yang mendalam terhadap syariah oleh para mujtahid berdasarkan pada dalil-dalil yang terperinci. Dengan kata lain bahwa fikih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu‘iy (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqady (keyakinan) walaupun pada awal kemunculannya merupakan bagian yang tidak terpisah.

[1] Rachmat Syafe’i, Fikih Mu’amalat, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 13.
[2] Ibid.
[3] Ibid, hlm. 13-14.
[4] Wuzarah al-Awqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyyah, al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah, (Kuwait: Wuzarah al-Awqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyyah, Cet. 2, 1983 M/1404 H), hlm. 11.
[5] Ibid, hlm. 21-22.
[6] Satria Effendi dan M. Zaeni, Usul Fikih, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 2.
[7] Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Usul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 67.
[8] Amir Syarifuddin, Usul Fiqh Jilid 1, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 3.
[9] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 7.