RUU JPH Tidak Bahas Jasa Hukum

[sc name="adsensepostbottom"]

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) tidak sampai pada konteks jasa hukum. Tapi lebih fokus untuk produk yang dikonsumsi.

Ketua Panja RUU JPH, Ledia Hanifa Amaliah
Ketua Panja RUU JPH, Ledia Hanifa Amaliah

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, yang juga menjabat sebagai Ketua Panja RUU JPH, Ledia Hanifa Amaliah, menyebutkan, kalau undang-undang itu hanya difokuskan untuk produk yang dikonsumsi seperti, makanan, minuman dan barang gunaan lainnya.

“Tapi setahu saya, yang lebih kita fokusnya itu terlebih dahulu adalah makanan, minuman, kosmetika, obat, dan produk gunaan lainnya,” kata Ledia, seperti dilansir dari hukumonline, Jumat (8/1). Baca: MUI : Jasa Hukum Wajib Bersertifikasi Halal.  

Ledia menyampaikan, bahwa fokus pembahasan saat perencanaan undang-undang itu tidak sampai ke konteks jasa hukum atau jasa-jasa lainnya. Meski begitu, soal jasa sempat dibahas juga. Namun, kata dia, jasa yang dibahas dalam Panja hanyalah jasa yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan barang yang dikonsumsi.

“Sepanjang ingatan saya, dalam pembahasan kemarin itu tidak detail sampai konteks ke jasa hukum.  Kemarin itu, kita bahas diantaranya seperti restoran. Restoran itukan jasa. Ketika restoran mau dinyatakan restoran halal, maka the whole component di situ harus halal,” papar Ledia. Baca: PERARI Pertanyakan Advokat Harus Halal.

Lebih lanjut Politisi Parta Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, sebetulnya dalam pasal 4 UU JPH jelas dinyatakan kalau yang diwajibkan bersertifikat halal adalah produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia. Atas dasar itu, yang menjadi fokus sebetulnya bukan jasa melainkan produk yang dikonsumsi berkaitan dengan ibadah.

[bctt tweet=”RUU JPH memokuskan produk konsumsi dan barang gunaan yang harus #Halal”]