bank syariah
Ilustrasi gerai bank syariah. Foto: Bank Syariah Bukopin

UKM Jadi Tameng Bank Syariah Indonesia

Di tengah persiapan menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun depan, industri perbankan syariah Indonesia dinilai bisa tetap bersaing dengan tetap berorientasi ke pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM). Sektor tersebut seakan menjadi tameng bagi perbankan syariah tanah air dari arus deras negara jiran yang akan masuk ke Indonesia.

bank syariah
Ilustrasi gerai bank syariah. Foto: Bank Syariah Bukopin

Peneliti Senior Bank Indonesia, Rifki Ismal, mengatakan menjelang MEA akan muncul ‘ancaman’ dari lembaga keuangan asing. “Mereka punya modal besar, dukungan SDM yang lebih baik, keunggulan  teknologi informasi, sementara modal dan teknologi bank di Indonesia masih kalah, dan SDM sedikit tertinggal,” kata Rifki.

Oleh karena itu, pelaku industri harus menyiapkan diri dengan baik dan mulai memperkuat sektor-sektor yang menjadi keunggulan dan ciri khas bank syariah tanah air. “Perbankan syariah Indonesia tidak banyak masuk ke pasar keuangan, tapi lebih pada orientasi ke UMKM. Nah, itu yang jadi tameng kita dari bank asing. Selain itu, kita juga harus siapkan SDM berkualitas,” cetus Rifki.

Rifki melanjutkan bank syariah juga harus melakukan inovasi produk dan menambah modalnya. Selain mendorong pula unit usaha syariah untuk spin off menjadi bank umum syariah dengan modal besar dan jaringan yang luas. Baca Juga: Perkuat Industri Keuangan Syariah Jelang MEA

Di lain pihak, Rifki mengakui diperlukan pula keberpihakan pemerintah untuk mendorong bank syariah. Ia menyontohkan pemerintah Malaysia yang menempatkan seluruh dana APBN di bank syariah.”Sementara di Indonesia jumlahnya masih kecil, padahal kalau dimasukkan dana APBN 10-20 persen saja pertumbuhan bank syariah bisa langsung melonjak, lalu dimasukkan dana haji, atau dengan membuat bank BUMN syariah,” kata Rifki.

Saat ini pangsa pasar bank syariah masih sekitar 5 persen. Berdasar Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset bank syariah Indonesia per Agustus 2014 mencapai Rp 244,1 triliun, naik sekitar 20 persen dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 223,5 triliun. Sementara, dana pihak ketiga tercatat sebesar Rp 185,5 triliun dan pembiayaan Rp 187,8 triliun.