Qardhul Hassan, Struktur Mengagumkan Islam dalam Memandang Keadilan Sosial

[sc name="adsensepostbottom"]

Qardhul Hassan lebih memberdayakan konsumen daripada lembaga keuangan, di mana peminjam yang menentukan ketentuan pinjaman, bukan pihak yang meminjamkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK - Muliaman D Hadad
Ketua Dewan Komisioner OJK – Muliaman D Hadad

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) – Muliaman D Hadad pada Seminar IFSB bertema “Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islami” di Jakarta baru-baru ini, menekankan tentang pentingnya Qardhul Hassan dalam ranah pengembangan ekonomi syariah di tanah air.

“Selain zakat dan sedekah sebagai alat redistribusi, Qardhul Hassan (pinjaman kebajikan) merupakan sebuah struktur mengagumkan yang memperlihatkan bagaimana Islam memandang keadilan sosial dan kesenjangan,” demikian ujar Muliaman.

Menurut Muliaman, secara konsep, Qardhul Hassan lebih memberdayakan konsumen daripada lembaga keuangan, di mana peminjam yang menentukan ketentuan pinjaman, bukan pihak yang meminjamkan.

“Eksplorasi atas penggunaan konsep ini di tingkat makro akan menjadi pendekatan yang tepat saat ini, ketika lembaga keuangan individual masih terlena dengan sifat mencari keuntungan. Ini telah ditelaah di berbagai wilayah hukum di mana dana khusus sengaja disiapkan untuk membiayai kebutuhan keuangan kelompok tertentu,” tegas Muliaman.

Karena itu menurut Muliaman, “Kita harus berusaha lebih keras lagi dan mengeksplorasi banyaknya kemungkinan penggunaan Qardhul Hassan sebagai alat untuk menyasar eksklusi keuangan, mengurangi kemiskinan, hingga pembiayaan infrastruktur sosial.”

Lebih lanjut Muliaman, lembaga pengatur bisa, misalnya, menggunakan alat ini untuk mengubah cadangan devisa lembaga keuangan. “Suku bunga pasar global masih terus tertekan sejak krisis 2008, dan tidak mengejutkan ketika itu terjadi lagi di bulan Februari. Jerman mengeluarkan obligasi tanpa menjanjikan pembayaran bunga apapun. Sekarang, bayangkan serangkaian perangkat Qardhul Hassan yang tidak dapat diperdagangkan itu, lalu diajukan sebagai persyaratan utama untuk memenuhi kewajiban modal dan parameter likuiditas resiko bagi lembaga keuangan syariah. Hasil dari perangkat ini bisa dibagikan kembali dengan lebih efisien untuk membiayai kebutuhan keuangan spesifik dari mereka yang membutuhkan,” demikian papar Muliaman lagi.

Lebih jauh menurut Muliaman, konsep seperti ini bisa juga diperluas untuk pembiayaan saat bencana, di mana pemerintah bisa memanfaatkan pasar di saat-saat mendesak, dan lembaga keuangan maju sebagai lembaga keuangan Islami yang bertanggung jawab sosial sebagaimana seharusnya, demikian papar Muliaman D. Hadad.