Pasar muslim diperkirakan sebanyak 1,8 miliar jiwa, atau sekitar seperempat dari total populasi dunia. Tak heran jika kini kian banyak merek global yang menangkap tren pasar yang sedang berkembang itu.

Sebagai salah satu contoh, di awal bulan ini brand Uniqlo meluncurkan koleksi busana muslim hasil kolaborasi dengan desainer asal Inggris, Hana Tajima. Mengusung lini Uniqlo X Hana Tajima, busana yang ditampilkan didesain untuk memenuhi kebutuhan kultural dan selera modern para muslimah yang menginginkan tampilan yang fashionable dan konservatif.
“Kami menciptakan koleksi yang tidak hanya menarik bagi para wanita modern yang ingin tampil sederhana, tapi juga bagi masyarakat internasional yang menginginkan pakaian yang nyaman dan kontemporer,” jelas Tajima, dilansir dari marketing interactive, Senin (13/7). Baca: Zaskia Ekspansi Bisnis Busana Muslim
Selain Uniqlo, retailer busana e-commerce Zalora juga memperkenalkan dua koleksi baru di bawah bendera Rizalman for Zalora dan Jovian Mandagie for Zalora untuk menangkap pasar wanita menjelang hari raya mendatang. Kedua koleksi tersebut menampilkan unsur modern dari pakaian tradisional Melayu, namun tak lupa menjaga unsur syar’i pada pakaiannya.
Menurut Direktur Eksekutif OgilvyNoor Singapura Q Akashah, ada tiga tren yang membuat pemasar menaruh perhatian pada konsumen muslim. Pertama, pasar muslim yang diperkirakan sebanyak 1,8 miliar jiwa, atau sekitar seperempat dari total populasi dunia. Kedua, sekitar 40 persen dari 1,8 miliar jiwa tersebut berusia di bawah 25 tahun. Ketiga, meningkatnya jumlah muslimah futuris, yang merasa nyaman dengan dirinya, tahu apa yang dia mau dan kukuh memegang nilai-nilai yang mendefinisikan dirinya. “Banyak diantara mereka merepresentasikan konsumen baru muslim yang disebut futuris. Mereka melek teknologi, individu yang terkoneksi dengan dunia, memiliki sisa pendapatan yang meningkat, sadar akan suatu merek, dan loyal,” papar Akashah.
Seiring meningkatnya pasar muslim inilah, lanjut Akashah, sejumlah brand pun semakin proaktif berbicara kepada konsumennya secara langsung, dibanding mengambil langkah ‘aman’ yang fokus pada konsep ‘hijau’ dan ‘etis’ agar tak mengesampingkan konsumen lainnya. Akashah menuturkan pemasaran ke pasar muslim akan berhasil selama brand tetap otentik dan nilai-nilainya sejalan dengan konsumen muslim. “Brand harus lebih berani dan inovatif serta berbicara langsung kepada konsumen untuk memenangkan hati mereka,” tukas Akashah.
Direktur Grup Flamingo Harriet Robertson, menegaskan memerhatikan konsumen muslim bukan berarti mengasingkan konsumen lainnya. “Masa depan yang berkelanjutan adalah dengan menyediakan produk yang bagus dan branding yang punya kemampuan berbicara, baik kepada konsumen arus utama dan konsumen muslim,” ujar Robertson. Baca: Cek Produk Halal dengan Aplikasi Halal MUI
Ia menambahkan banyak pula nilai-nilai Islam yang memiliki arti lebih universal, seperti menghormati lingkungan, proses dan sistem tenaga kerja yang adil, hingga transparansi. “Body Shop adalah contoh bagus brand non-Islami yang membawa unsur alami dan etis pada mereknya dan mampu tumbuh di mayoritas pasar muslim dan non muslim. Contoh kedua adalah pertumbuhan modest fashion bagi wanita yang ingin tampil tak terlalu seksi,” jelas Robertson.
Di sisi lain, Robertson pun mewanti-wanti agar brand lebih berhati-hati dalam memasarkan produk ke pasar muslim. Ia menyontohkan sejumlah skandal brand yang tidak sensitif dalam melakukan pendekatan ke komunitas muslim, seperti Nike, Cadbury’s, McDonald’s. Kendati demikian, ia tak menampik bila bertumbuhnya kaum muda muslim dengan daya beli yang kuat membuat mereka sebagai target pasar yang sulit diabaikan para produsen.

