Pemerintah Indonesia berencana mengadopsi struktur sukuk berakad murabahah untuk penerbitan sukuk negara.

“Dengan begitu dananya bisa digunakan untuk membeli berbagai macam, mulai dari pesawat tempur sampai ke traktor, jadi tidak hanya mengandalkan proyek infrastruktur atau properti sebagaimana yang dilakukan saat ini untuk sukuk ijarah,” jelas Suminto, dikutip dari Bloomberg, Jumat (23/10). Baca: Sukuk Dapat Jembatani Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur
Ia menambahkan pemerintah punya alokasi barang milik negara dan jasa yang besar sebagai underlying asset. “Melalui inovasi baru ini memungkinkan kami punya cakupan yang lebih luas untuk meningkatkan penerbitan sukuk,” ujar Suminto. Sukuk negara diperkirakan meningkat 46 persen menjadi Rp 110 triliun pada tahun ini. Pada 2014 penerbitan sukuk negara tumbuh 42 persen, setelah sebelumnya menurun 6,8 persen pada 2013.
Pasar sukuk negara yang lebih besar dan likuid akan memberikan bank syariah beragam pilihan investasi dan bersaing dengan lebih efektif dengan bank konvensional. Global Head of Islamic Finance Moody’s Investors Service Khalid Howladar, mengatakan sukuk murabahah akan meningkatkan penerbitan sukuk negara. “Penerbitan sukuk negara membantu menciptakan pasar sukuk domestik yang lebih likuid,” ujar Howladar.
Menurut Howladar, langkah itu akan membantu pengelolaan likuiditas perbankan. “Sektor perbankan syariah Indonesia memang masih kecil. Pemerintah perlu memberikan insentif agar perbankan syariah bisa bangkit,” cetus dia. Pada 2015 aset perbankan syariah telah menurun hingga 27 persen, usai mengalami pertumbuhan tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir. Baca: Struktur Sukuk Perlu Dieksplorasi
Di sisi lain, akad murabahah merupakan struktur umum yang dipakai dalam penerbitan sukuk di Malaysia. Pemerintah negara jiran pertama kali menerbitkan sukuk murabahah berdenominasi ringgit pada 2013. Langkah itu kemudian membuat investor asing memburu sukuk tersebut. Di Indonesia, sukuk negara mendominasi pasar sukuk, sementara pasar sukuk korporasi hanya berjumlah 2,5 miliar dolar sejak 2002 disebabkan ketidakjelasannya aturan pajak.

