Ilustrasi

Belajar Mandiri dari Asma Al-Qoyyum

[sc name="adsensepostbottom"]

Segala sesuatu akan ada gantinya, kecuali waktu.

Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam STEI Tazkia, Dr Muhammad Syafii Antonio, Mec mengatakan bahwa kemampuan mengelola sangat penting dimiliki oleh umat Islam untuk memaksimalkan seluruh Sumber Daya yang ada di muka bumi.

“Pada tingkat manusia yang dhoif ini kita diminta untuk mampu mengelola waktu, nafsu dan yang paling penting mengelola Sumber Daya Manusia (SDM). Kemampuan ‘mengelola’ harus kita pelajari agar kita lebih produktif,” ujarnya ketika memberikan penjelasan pada kajian Sukses Kaya Bahagia (SKB) dengan Asmaul Husna yang mengangkat tema Al-Qoyyum di Masjid Andalusia STEI Tazkia, Minggu (14/08/2016)

Dr. Syafii memberikan penjelasan saat acara SKB, Minggu (14/8)
Dr. Syafii memberikan penjelasan saat acara SKB, Minggu (14/8). Foto: Humas STEI Tazkia

[bctt tweet=”Segala sesuatu akan ada gantinya kecuali waktu! ” username=”my_sharing”]

Dr Syafii mengungkapkan, orang yang tidak memanfaatkan waktu dengan baik adalah orang yang Dzalim pada diri sendiri. “Ketika kita tidak mengoptimalkan waktu. Kita telah dzalim pada diri sendiri.Apa yang dimaksud dengan kedzaliman? Dzalim tak hanya meyakiti orang lain tapi juga menyakiti diri sendiri.  Lawan dzalim adalah adil. Adil sendiri bermakna sesuatu yang bukan pada tempatnya,” ungkap Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini.

“Kemampuan mengelola waktu sangat penting dimiliki. Karena segala sesuatu akan ada gantinya kecuali waktu. Kita harus mengoptimalkan waktu,” ucapnya menambahkan.

Pada kesempatan ini juga, Dr Syafii menyampaikan bahwa banyak dari umat Islam yang belum maksimal dalam membuat perencanaan keuangan. “Kebanyakan dari kita ini mengalami ketidakmampuan dalam mengelola financial planning. Pendapatan satpam, pengeluaran direktur. Nafsu besar namun daya tak sampai,” tutur Dr Syafii.

Al-Qoyyum itu, lanjut Dr Syafii, termasuk kemampuan mengelola keuangan dengan baik. Inspirasinya bisa kita peroleh dari kemampuan Allah dalam mengelola Alam semesta.

Seorang muallaf, Dina menerim sertifikat pasca pembacaaan syahadat di sela-sela acara SKB.
Seorang muallaf, Dina menerim sertifikat pasca pembacaaan syahadat di sela-sela acara SKB. Foto: Humas STEI Tazkia

“Kemampuan mengaktualisasikan diri adalah turunan dari Al-Qoyyum. Pesan sosial yang bisa kita ambil dari Al-Qoyyum adalah mandiri. Baik secara pribadi, yakni tidak terlalu banyak membutuhkan orang lain,” ucapnya menjelaskan.

Dr Syafii memaparkan bahwa dalam kehidupan sebagai umat dan bangsa, kemandirian bisa dimaknai dengan memperkuat aktivitas produksi. “Mandiri secara umat dan bangsa bisa dimaknai dengan memproduksi kebutuhan negara sendiri. Kemandirian umat, bisa kita lihat, ada tidak umat yang mempunyai satelit sendiri. Handphone  kita belum produksi sendiri. Kita sebagai umat sedang dijajah dalam teknologi. Misal kecil ‘Odol’ yang sudah mengerogoti naluri konsumsi kita sejak dalam pikiran,” ujarnya menerangkan.

“Harusnya semua yang kita makan, kita produksi sendiri. Apa yang kita pakai mustinya kita produksi sendiri. Jika belum bisa, artinya kita belum mandiri,” papar Dr Syafii.

Yang lebih bahaya lagi, Dr Syafii menambahkan, kita umat Islam belum mandiri secara hiburan. Anak anak lebih kenal pokemon godaripada Khalid bin Walid atau Thoriq bin Ziyad. “Inilah yang bahaya jika kita tidak mandiri secara peradaban dan hiburan. Sehingga Allah sebagai Tuhan, sedikit kali mewarani kehidupan kita,” katanya.

Dr Syafii mengungkapkan bahwa kita sebagai bangsa, belum mandiri, terutama untuk hal perbankan. “Hampir 58% perbankan nasional kita dikuasi oleh asing, bahkan yang lebih menyedihkan, perusahaan asing tersebut menggunakan infrastruktur kita untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Santunan anak yatim oleh Bank Syariah Mandiri (BSM)
Santunan anak yatim oleh Bank Syariah Mandiri (BSM). Foto: Humas STEI Tazkia

[bctt tweet=”@SyafiiAntonio: Sebagai bangsa, kita belum mandiri, terutama perbankannya” username=”my_sharing”]

Sehingga penghayatan Asma Al-Qoyyum sangat penting. “Setiap umat musti memiliki kemampuan mandiri dan kemampuan mengelola. Mudah mudahan dengan banyaknya sinergi menjadikan kita sebagai umat yang mandiri baik secara individu maupun sosial,” tandas Dr Syafii mengakhiri. (Humas STEI Tazkia)