Sertifikasi Halal adalah Perlindungan Umat

[sc name="adsensepostbottom"]

Halal adalah bagian hidup untuk terhindar dari hal-hal buruk.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan,  sertifikasi halal dimulai di Indonesia sekitar 26 tahun ketika itu ada isu lemak babi. MUI  melihat sertifikasi halal adalah perlindungan dan penjagaan umat dari konsumsi barang-barang non halal. Karena produk pangan itu ada yang terkandung zat tidak halal atau juga prosenya, seperti cara menyembelih atau bercampur dengan yang tidak halal.

Sehingga menjadi tidak halal, dan oleh karena itu diperlukan sertifikasi halal untuk memastikan bahwa produk itu adalah halal. “Bagi umat Islam, halal adalah bagian hidup.” ucap Ma’ruf dalam sambutannya pada Indonesia International Halal Lifestyle Expo and Conference (IIHLEC) 2016 di Ciputra Artprenuer  Jakarta, Kamis (6/9).

Ma’ruf menjelaskan, halal ini bukan hanya menyangkut pangan, tapi juga kosmetik, obat-obatan dan bahkan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) juga termasuk barang gunaan.

Halal juga bisa menyangkut aspek perolehannya. Maka itu, MUI juga mengembangkan industri keuangan syariah. Untuk menangani produk halal, MUI membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Adapun Dewan Syariah (DSN MUI) yang membuat fatwa  bagi industri keuangan syariah.

“Alhamdulilah kita saksikan  halal tak hanya tumbuh di skala nasional, tapi global. Standar Indonesia juga diakui di World Halal Food Council (WHFC). Dan 50 lembaga sertifikasi halal dari negara lain memakai standar halal MUI,” papar Ma’ruf.

Menurut Ma’ruf, halal saat ini juga mengarah pada kesempatan bisnis. Halal yang digarap negara minoritas Muslim seperti Korea bukan isu perlindungan konsumen, tapi bisnis. Bisnis ini akan besar karena umat Islam di dunia sudah capai 1,8 miliar jiwa.

[bctt tweet=”Standar Indonesia juga diakui di World Halal Food Council (WHFC)” username=”my_sharing”]

“Umat Islam akan berpegang teguh pada ajaran-Nya untuk tidak mengonsumsi, memakai, dan menggunakan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip syariah,” pungkasnya.