Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam UU No.21/2011 sedang menyiapkan sejumlah aturan untuk mengatur dan mengawasi perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi atau disebut financial technology (Fintech).

“OJK secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena Fintech ini, agar OJK dapat mengawal evolusi ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan dan terus menjamin perlindungan konsumen,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK – Rahmat Waluyanto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Rahmat, kehadiran Fintech bagi OJK sebagai otoritas di industri jasa keuangan, merupakan peluang untuk terus meningkatkan perkembangan sektor jasa keuangan termasuk mendorong program inklusi keuangan. Namun juga menjadi tantangan bagi OJK untuk memastikan keandalan, efisiensi dan keamanan dari transaksi online tersebut agar tidak merugikan konsumen.
Dijelaskan oleh Rahmat, perkembangan sementara dari kajian yang dilakukan oleh “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan” OJK, klasifikasi perusahaan Fintech yang masuk dalam otorisasi OJK bisa terdiri dari berbagai jenis usaha seperti perbankan, asuransi, investasi, pembiayaan, pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding, chanelling kredit dan lain sebagainya.
“Klasifikasi perusahaan Fintech itu di luar jenis usaha Fintech di bidang sistem pembayaran yang akan diatur Bank Indonesia,” jelas Rahmat.
Dari kajian OJK, jumlah sementara perusahaan Fintech yang masuk dalam otorisasi OJK sebanyak 120 perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Sedangkan ruang lingkup aturan yang sedang disiapkan di bidang Fintech ini, sementara ini adalah aturan di bidang permodalan, aturan model bisnis, aturan perlindungan konsumen dan aturan manajemen risiko minimal, demikian Rahmat Waluyanto.

