Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim dan Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin pada Rakornas LPPOM MUI di Hotel Royal Padjajaran, Bogor, Jawa Barat, Rabu (5.4).foto:MySharing.

Sambut UU JPH, LPPOM MUI Siapkan Diri

[sc name="adsensepostbottom"]

Jika Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) diterapkan akan banyak tantangan yang harus dijawab oleh LPPOM MUI.

Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI) terus memantapkan diri menghadapi pemberlakuan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Pasalnya, jika UU JPH diterapkan, akan banyak tantangan yang harus dijawab dan dilakukan oleh LPPOM.

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, LPPOM MUI terus berupaya memantapkan diri menghadapi pemberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

“Jika, UU JPH diterapkan akan banyak tantangan yang harus dijawab dan dilakukan oleh LPPOM MUI. Kami pun  terus memantapkan diri untuk persiapan jelang pemberlakukan UU tersebut,” ujar Lukman dalam sambutannya pada Rakornas LPPOM MUI di Hotel Royal Pajajaran, Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/4).

Mengingat UU JPH akan mulai berlaku tahun 2019,  LPPOM MUI baik di pusat maupun daerah telah menyiapkan berbagai sarana dan prasana. Dalam rakornas ini pun akan pembahasan persiapan LPPOM MUI menjelang pemberlakukan UU JPH akan diperkuat dengan berbagai gagasan dan ide-ide cemerlang. Sehingga tujuan menjaga dan melindungi umat dalam hal produk halal bias diwujukan dengan memegang teguh amanah sesuai syariah.

Menurut Lukman, ada dua hal penting dalam UU JPH. Yaitu, pertama adalah sifat wajib sertifikasi halal,  yang bertujuan agar ada kejelasan bahwa yang halal adalah benar-benar halal sesuai kriteria halal. Ini artinya, produk  non halal tetap boleh beredar. Sehingga negara tetap mengakomodasi produk untuk non Muslim yang tidak perlu sertifikasi halal..

Sedangkan isu kedua, adalah soal skema pembiayaan. Saat ini kata Lukman, ada sekitar 54 juta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menurut UU JPH biaya sertifikasinya ditanggung oleh negara. “Bayangkan, jika dari jumlah tersebut setengahnya harus disertifikasi halal dengan biaya dua juta rupiah.Maka, negara harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp 50 triliun per dua tahun,” tukasnya.

Terkait UU JPH yaitu mengenai standar halal. Lukman mengatakan, mungkin berubah atau tidak, tapi hematnya tidak perlu ada perubahan. Yang ada, seperti disebut dalam UU JPH adalah kewajiban adanya auditor halal internal di perusahaan yang memiliki sertifikasi kompetensi.

Selain UU JPH, rakornas ini juga membahas hal-hal lainnya, di antaranya skema akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), laporan perkembangan LPPOM MUI di berbagai daerah, penyampaian hasil assessment terhadap penerapan DPLS 21, sertifikasi untuk restoran, pedoman penilaian Sistem Jaminan Halal khusus untuk UKM, dan hingga kerjasama pemanfaatan auditor halal lintas provinsi.