Upaya harmonisasi dan kerja sama antarlembaga perlu dilakukan demi majunya produk halal di Indonesia.
Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto menyebutkan, ada empat tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri halal di Indonesia. Pertama, yaitu peluang bisnis industri halal belum didasari banyak pihak maupun regulator. Hal ini terlihat dari masih minimnya upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan industri halal secara menyeluruh.
“Pemerintah hingga saat ini masih berkutat sebatas pada pengembangan keuangan syariah, dan belum memiliki roadmap pengembangan industri yang jelas dan komprehensif. UU JPH yang telah disahkan di 2014 juga belum kunjung dibuat peraturan pelaksanananya hingga tenggang waktu 2016, dan BPJPH belum terbentuk,” ujar Akhmad Akbar Susamto dalam diskusi “Mengurai Benang Kusut UU JPH, Mengejar Ketertinggalan Industri Halal” di Jakarta, Selasa (13/6).
Tantangan kedua, lanjut dia, pengembangan industri halal masih terkendali oleh terbatasnya supply bahan baku yang memenuhi kriteria halal. Pasokan bahan baku halal masih sekitar 37 persen dari total kebutuhan yang mencapai USD100 miliar. Sementara untuk produk komestik dan personal care, jumlahnya jauh lebih kecil, yakni sebesar 18 persen dari kebutuhan yang mencapai USD56 miliar.
Ketiga, yakni pemahaman yang masih terbatas pada sejumlah produsen dan infrastruktur yang belum mendukung. Hal itu mempersulit jaminan bahwa seluruh mata rantai produksi barang telah benar-benar halal.
“Bukan hanya dari sisi bahan baku input, tapi juga pada proses logistik, produksi, dan harga penjualan. Persoalan logistik tidak hanya sebatas proses pengirimann tapi juga mencakup pengaturan pengadaan, pergerakan, penyimpanan, penanganan bahan baku atau produk yang sesuai dengan prinsip syariah,” ungkap Akhmad.
Adapun tantangan keempat, kata Akhmad, adalah perbedaan standarisasi dan sertifikasi produk halal. Pada saat ini ada lebih 400 lembaga sertifikasi halal yang tersebar di berbagai negara, dan di beberapa negara terdapat lebih dari satu lembaga sertifikasi. Namun masalahnya sebagian dari lembaga tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menetapkan kehalalan suatu produk.
Keragaman tersebut menurutnya, menyebabkan sebagian produsen termasuk yang melakukan ekspor ke berbagai negara menghadapi persoalan dalam menetapkan standar yang paling tepat untuk mereka ikuti. Oleh sebab itu, upaya harmonisasi dan kerja sama antar lembaga memang perlu dilakukan, sehingga masalah dapat dipecahkan.
[bctt tweet=”Pasokan bahan baku halal masih sekitar 37% dari total kebutuhan yang mencapai USD100 M” username=”my_sharing”]
“Keempat tantangan ini yang harus dihadapi demi majunya produk halal di Indonesia,” pungkas Akhmad.

