Investasikan Dana Haji, MUI: Pemerintah Harus Izin Jamaah

[sc name="adsensepostbottom"]

Transparan dalam pengelolaan dana haji sangat penting dilakukan, sebab sah dan tidaknya tergantung akadnya.

Ketua Komisi Dewan Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan, dana haji yang akan dipakai atau diinvestasikan untuk infrastruktur, pemerintah harus terlebih dahulu meminta izin kepada jamaah.

Dijelaskan dia, karena secara garis besarnya perlu izin dari jamaah saat setor biaya haji melalui akad yang disepakati, demikian juga izin dari jamaah yang sudah setor sebelum undang-undang nomor 34 Tahun 2014 disahkan. “Sebab sah dan tidaknya suatu transaksi adalah tergantung akadnya,” kata Cholil di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dikatakan lagi, apalagi calon jamaah haji yang menyetor sebelum 2014 atau sampai sekarang tidak ada yang berniat atau memberikan izin dananya diinvestasikan untuk hal lain, termasuk infrastuktur. Maka, jika pemerintah tetap ingin wacana tersebut direalisasikan, izin dari jamaah haji pun harus dikantongi. Cara paling mudah bisa dengan teknologi.

Karena menurut Cholil, mekanisme izin paling mudah diumumkan kepada masyarakat melalui sarana teknologi yang tersedia saat ini. Mungkin juga Badan Pengawas Keuangan Haji (BPKH) menawarkan kepada jamaah, siapa saja yang mau diinvestasikan, atau siapa saja yang mau menyetor untuk haji saja, sehingga di dalam akad itu jelas.

Cholil menengaskan, bahwa transparan dalam akad pengelolaan keuangan haji sangat penting dilakukan. Jika menggunakan akad wakalah, maka BPKH hanya bisa menerima ujrah atau ongkos mengelola sesuai dengan kesepakatan dalam isi akad. Kemudian, hasil investasi harus dikembalikan kepada calon jamaah pemilik dana sesuai dengan jumlah presentasenya. ”Hasil investasi tidak boleh kembali ke pemerintah, atau dipakai biaya penyelenggaraan haji karena dana haji itu sebagian milik jamaah yang masih waiting list,” pungkas Cholil.