Jika mengandung maysir, riba, dan gharar, bitcoin bisa dibilang haram. Turki sudah menyatakan. Kapan Indonesia?
Jika Bitcoin dianggap sebuah mata uang, biasanya kita tidak peduli dengan nilainya. Misalnya uang Rp10 ribu, kita akan berharap daya belinya tetap di Rp10 ribu. Apakah nilainya akan naik atau turun kita tidak begitu peduli tentang itu, karena dia akan menjadi suatu mata uang yang akan kita tukarkan nanti.
“Tetapi ketika ada manipulasi, ada ketidakpastian, yang dikenal dengan Maysir, Gharar, atau pertambahan nilai yang tidak adil, yang kita kenal sebagai riba, maka tiga-tiganya tidak diperbolehkan dalam Islam”, kata Rektor Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia (STEI Tazkia). Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc di sela-sela Research Outlook 2018, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) STEI Tazkia, Kamis (28/12).
Oleh karenanya tak heran jika Turki dengan tegas menyatakan bahwa Bitcoin itu tidak sesuai syariah. Turki klaim Bitcoin tidak cocok dengan Islam karena pemerintah negara tersebut tidak bisa mengendalikannya seperti dilansir Coin Telegraph (30/11).
Dalam pernyataan yang berasal dari rapat Direktorat Urusan Agama (Diyanet), Turki mengatakan bahwa sifat spekulatif dari Bitcoin berarti jual beli mata uang virtual ini tidak cocok bagi Muslim.
“Jual beli mata uang virtual tidak cocok dengan agama saat ini karena kenyataan bahwa valuasinya sangat terbuka terhadap spekulasi. Mereka dapat dengan mudah digunakan untuk aktivitas ilegal seperti pencucian uang, selain itu tidak berada dalam audit dan pengawasan oleh negara,” kutip Euronews yang menerjemahkan dari media lokal Enson Haber.
Indonesia Harus Tegas
Ketegasan model Turki inilah yang diharapkan juga dilakukan oleh negara-negara Islam. Karena, menurut Murniati, negara kapitalis sudah mendukung Bitcoin. Murniati menyontohkan, “Empat lembaga audit internasional misalnya, membolehkan audit jika ada mata uang selain Dollar. Alhamdulillah di OJK tidak membolehkan karena di UU Fintech yang kemarin, dinyatakan transaksi itu harus dengan mata uang rupiah”, kata Murniati menegaskan.
[bctt tweet=”Bitcoin itu tidak sesuai syariah!” username=”my_sharing”]
Dalam sistem ekonomi, uderlying assets harus ada untuk mendukung sebuah mata uang. Tidak boleh sebuah negara mencetak uang tanpa ada underlying assets-nya. Uang seharusnya menjadi alat tukar, bukan komoditas, dia penukar apa yang kita mau, bukan sesuatu yang naik harganya, baru kita jual.
Tapi, menariknya orang Indonesia, semakin dilarang semakin penasaran. Jadi tidak aneh jika makin banyak yang membeli bitcoin. Sebagian mungkin hanya ingin tahu, semakin banyak yang ingin tahu itu, makin banyak yang beli, harganya kata Murniati menefasasemakin tinggi. Nah, inilah peluang riset bagi LPPM Tazkia sebenarnya. Mengapa orang mau membeli bitcoin. Apa yang membuatnya menjadi menarik.
Karakter Bitcoin
Jika dikatakan mata uang yang ilegal, sebenarnya belum ada regulasinya juga tentang bitcoin ini di Indonesia. Pun dengan jika kita melihat pada karakternya yang maysir dan gharar, menurut Murniati, “Sangat tidak disarankan, sebaliknya disarankan menggunakan dinar dan dirham. Kami tidak punya kekuasaan untuk mengatakan bitcoin itu haram, tetapi dengan dia mengandung maysir, gharar, dan riba, itu jelas haram”, kata Murniati menegaskan.

