Industri halal harus mengasah kreativitas dalam memasarkan produk-produknya.
Dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Niken Iwani Surya Putri mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Sebanyak 1,57 miliar populasi Muslim di dunia, terhitung sekitar 88 persen berada di Indonesia.
Dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar tersebut. Niken berpendapat, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar Niken menilai Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk produk halal.
”Ada fashion, travel, entertainment, dan makanan mencakup halal di Indonesia. Kita sudah ada modal untuk mengembangkan pasar halal lebih besar,” ungkap Niken pada diskusi publik ”Mandatory Sertifikasi Halal dan Keberlangsungan Dunia Usaha” yang digelar Indonesia Halal Wacth (IHW) di Restauran Al Jazeerah, Cempaka Putih, Jakarta, pada Kamis (28/12) lalu.
Disampaikan dia, ada tiga langkah yang diperlukan untuk menguatkan pasar halal di Indonesia. Yakni pertama, adalah penguatan di sektor riil. Kedua, meningkatkan pertumbuhan keuangan Islam, dan ketiga menguatkan riset, edukasi, dan sosialisasi wawasan halal di Indonesia. Menurutnya, semua akan sejalan apabila sektor riil dan keuangan saling sinergi.
Pada kesempatan itu, Niken juga menyampaikan, beberapa tantangan industri halal pada tahun 2018 ini. Yakni, dimana drive utama industri halal 2018 masih akan bertumpu pada konsumsi. Lalu, tantangan lainnya adalah,meningkatkan jumlah dan kualitas produsen lokal dalam industri halal nasional, melindungi produsen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atas kewajiban baru melakukan sertifikasi halal.
”UKM juga terkendala pembiayaan, maka UMKM juga harus mengasah kreativitas dalam memasarkan produk-produknya,” tegas Niken.
Dia juga menyampaikan, bahwa ada empat tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri halal. Pertama ungkap dia, peluang bisnis industri halal belum didasari banyak pihak baik oleh regulator. Kedua, pengembangan industri halal masih terkendali oleh terbatasnya supplay bahan baku yang memenuhi kriteria halal.
Ketiga, lanjut dia, adanya pemahaman yang masih terbatas pada sejumlah produsen dan infrastruktur yang belum mendukung. ”Keempat, adalah perbedaan standarisasi dan setifikasi produk halal. Ini juga tantangan bagi industri,” pungkas Niken.

