Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menyosialisasikan 13 fatwa terbarunya tentang ekonomi dan keuangan syariah. Apa sajakah fatwa-fatwa terbaru tersebut?
Dalam acara ”Silaturahim dan Sosialisasi Fatwa Terbaru DSN-MUI Tahun 2018” di Hotel Aryadutha, Jakarta, kemarin (23/7), Ketua DSN-MUI – KH Ma’ruf Amin menerangkan, bahwa DSN-MUI pada tahun 2018 ini mengeluarkan sebanyak 13 fatwa ekonomi syariah, yang berasal dari dua kali pleno DSN-MUI yang diselenggarakan pada 19 September 2017 (7 fatwa) dan 22 Februari 2018 (6 fatwa).
Menurut Ma’ruf, fatwa-fatwa terbaru tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu fatwa terkait akad, dan fatwa terkait produk.
Pertama, fatwa-fatwa yang terkait akad (6 fatwa), jelas Ma’ruf, meliputi fatwa induk/payung terkait akad, yaitu: Akad Jual Beli, Akad Jual Beli Murbahah, Akad Ijarah, Akad Wakalah Bil Ujrah, Akad Syirkah, dan Akad Mudharabah.
Sementara yang kedua, lanjut Ma’ruf, fatwa-fatwa terkait produk (7 fatwa), yang terdiri dari fatwa-fatwa tentang: -Uang Elektronik Syariah, -Layanan Pembiayaan Berbasisi Teknologi Informasi, -Pedoman Penjamin Simpanan Nasabah Bank Syariah, -Pembiayaan Ultra Mikro Berdasarkan prinsip Syariah, -Sekuritisasi berbentuk Efek Beragun Aset (EBA) berdasarkan Prinsip Syariah, -Sekuritisasi berbentuk EBA Surat Partisipasi (EBA-SP) berdasarkan Prinsip Syariah, -Pengelolaan Dana BPIH dan BPIH Khusus Berdasarkan Prinsip Syariah.
Ma’ruf lalu menjelaskan, latar belakang terbitnya fatwa kelompok pertama tentang akad, antara lain, didasarkan pada kebutuhan industri LKS dan LBS yang memerlukan pedoman dan penjelasan lebih spesifik terkait dari masing-masing akad dimaksud dari perspektif hukum Islam.
”Fatwa kelompok pertama tersebut, sekalipun difatwakan belakangan, namun dari segi substansi menjadi akad payung/induk untuk akad yang sejenis yang sudah difatwakan oleh DSN-MUI sebelumnya,” jelas Ma’ruf.
Sementara itu, lanjut Ma’ruf, untuk fatwa-fatwa yang termasuk kelompok kedua, yakni terkait aktifitas dan produk LKS dan LBS, dilatarbelakangi oleh kebutuhan industri LKS dan LBS itu sendiri untuk meningkatkan kegiatan usaha dan produknya.
”Namun terdapat juga permohonan regulator untuk panduan dan pedoman dalam penyusunan peraturan kegiatan di masing-masing lembaga,” ungkap Ma’ruf lagi.
Ma’ruf dalam kesempatan ini berharap, fatwa-fatwa terbaru DSN MUI tahun 2018 di atas dapat diketahui dan dipahami dengan baik oleh para pemangku kepentingan baik pelaku industri, regulator, akademisi dan masyarakat luas.
”DSN-MUI merasakan, bahwa pembuatan fatwa dewasa ini jauh lebih sulit ketimbang masa-masa tatkala DSN-MUI baru berdiri. Persoalan kontemporer (mu’ashirah) pada bidang keuangan dan ekonomi syariah sangat beragam yang memerlukan pengkajian fiqh yang lebih dalam dan pencarian maraji’-maraji’ yang harus memerlukan upaya-upaya yang lebih besar,” demikian KH Ma’ruf Amin, Ketua DSN-MUI.

