Memilih Mendikbud, Dengan Cara Ngawur (Bagian 1)

Budi Djatmiko (Ketua Umum APTISI Pusat; Presiden GERAAAK Indonesia; Ketua Dewan Pembina APPERTI; Ketua Dewa Pembina PT Teknik & Sains Indonesia; Ketua Umum HPTKes Indonesia; dan Ketua Dewan Pembina APPSIHI)

[sc name="adsensepostbottom"]

Pendahuluan
Setiap keputusan pasti ada harga yang harus dibayar, demikian juga keputusan Presiden Joko Widodo dalam memilih para pembantunya, salah satunya menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim, dipilihnya Prabowo Subiayanto jadi Menteri Pertahanan yang dalam minggu ini menjadi trending topic di media sosial dan dikalangan mayarakat pada umumnya serta dikalangan sekolah dan kampus khususnya membicarakan kemendikbud baru.

Tidak perlu berpandangan buruk sebelum semuanya kita buktikan, apa yang akan terjadi jika memang nanti beberapa janji menteri tidak terbukti atau sebaliknya jika terbukti, pasti akan banjir pujian dari berbagai pihak. Presiden Jokowi mengatakan tidak bisa menyenangkan semua pihak, karena jatah menteri hanya 34. Memang tidak bisa menyenangkan semua pihak tetapi harusnya memilih sesuatu yang paling ideal atau resikonya terkecil dari keputusan yang akan diambilnya.

Pilihan Ngawur
Hujatan dan cercaan terhadap Prabowo dan Nadiem luar biasa pedasnya, beda dengan pengangkatan menteri lainnya. Hal ini bisa dipahami yang paling banyak bicara memang orang kampus, selain para politikus. Namun biasanya kalau orang kampus bicara dengan membuat argumen, fakta, data, hipotesis dan kesimpulan, bukan hanya stereotip saja. Hal yang menjadi pemicu utamanya adalah latar belakang sang menteri yang melenial ini, yang latar belakangnya bukan akademisi.

Mantan bos Go-Jek itu dianggap tidak cocok memimpin kementerian yang dipenuhi akademisi orang-orang pintar dan berpendidikan tinggi, dan bukan berarti Nadiem buka orang pintar, karena kepinatarannya berbeda, dia pinar bisnis, pengusaha. Walaupun, tentu waktulah yang akan menjawab nanti. Tidak bisa dalam masa yang sangat singkat, hitungan hari kita bisa dapat menilai akan pestasi seseorang.

Diskusi di media sosial sangat hangat, menyikapi berbagai sisi kehidupan Nadiem dari kesuksesan membangun Gojek, sehingga menjadi pahlawan bagi pengangguran saat awal berdirinya Go-Jek hingga dia dituduh sebagai kapitalis yang mengisap darah kaum miskin penarik Ojol dengan berbagai janji palsunya dan sisi kehidupan keluarga yang berbeda agama (tulisan Djoko Edhi S, “Nadiem Mundurlah”).

Tentu jika membaca berbagai tulisan miring di media sosial tentang sisi kehidupan Nadiem, pasti kita akan menyatakan Presiden Jokowi ngawur dalam memilih dan menetapkan menteri melineal ini, dan salah menepatkan di menteri pendidikan yang harus menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia.

[bctt tweet=”Menteri pendidikan yang harus menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia” username=”my_sharing”]

Tunggu Dulu
Sah-sah saja orang memiliki berbagai sudut pandang terhadap kehidupan dan kepribadian Nadiem ini. Tapi, saya memiliki keyakinan mantan CEO Go-Jek itu mampu menyambungkan kebutuhan dunia bisnis dengan dunia pendidikan, terutama di bidang inovasi teknologi, yang selam ini tidak dimiliki oleh pendahulunya. Tentunya diharapkan bahwa peran teknologi dan peran inovasi digital di sektor pendidikan kita ini akan bisa membawa pendidikan lebih efekti, efisien, tuntas dan berkualitas.

[bctt tweet=”Masalah terbesar dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sistem dan birokrasi yang panjang dan tidak efisien” username=”my_sharing”]

Terutama masalah terbesar dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sistem dan birokrasi yang panjang dan tidak efisien, tentu datangnya Nadiem dalam waktu singkat hal ini dapat diselesaikan, tetapi disisi lain akan menutup celah oknum yang memang mendapatkan keuntungan disini. Tapi hati-hati dengan teknologi digital ala GO-JEK, akan berdampak pada karyawan dibawah kemendikbud akan menganggur digantikan oleh sistem digitalisasi komputer, karena birokrasi akan transparan dan akan segera dilakukan secepatnya oleh Nadiem, mestinya.

Datangnya Nadiem, tentu akan berdampak pada cara pengelolaan dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Mereka harus mengikuti langkah dan inisiatif Nadiem yang tidak suka birokrasi, betele-tela dan panjang. Lihat saja dan buka aplikasi Go-Jek, sangat familier dan mudah di operasikannya. Dan salah betul, jika beberapa kalangan memandang datangnya Nadiem dan dipilihnya Nadiem akan mencelakakan pendidikan di Indonesia.

Pandangan saya terhadap Nadiem Makarim, bahwa dia mampu menilai generasi muda Indonesia tengah hidup dalam kondisi gaduh. Situasi demikian membuat suara hati generasi muda terabaikan dan kerap takut mengalami kegagalan. Oleh karenanya, Nadiem ingin memotivasi para pemuda untuk menelurkan berbagai inovasi demi kemajuan bangsa, melalui menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan serta memperbaiki sistem baru yang out of the box thinking.

Bisikan Berbahaya
Selama ini setiap pendatang baru entah itu menteri atau bos apapun sangat dipengaruhi oleh bisikan orang-orang terdekat, Nadiem bisa membesarkan pendidikan di Indonesia juga bisa menghancurkan pendidikan di Indonesia, semuanya tergantung dari, Satu, keyakinan yang tertanam didalam Qolbunya, isi dan pengalam hidupnya; Kedua, referensi yang ia baca dari berbagai buku dan media lainnya; Ketiga, para pembisik yang ia percaya dan meyakini bahwa hal itu adalah nilai kebenaran; Keempat, Gaya manajemen yang gunakan untuk memutuskan pada sesuatu hal.

Oleh karenanya saya mendukung Kemendikbud Milenial ini mau mendengar berbagai kalangan selama 100 hari, tetapi pengalaman membuktikan dari menteri-menteri terdahulu sulit mendapatkan masukan dari berbagai pihak, dan akhirnya gaya dan kebijakannya hanya menguntungkan pihak tertentu saja, dan bahkan tidak merubah dan memperbaiki masalah.

Maka salah mendapatkan bisikin Nadiem akan terkena jebakan Batman, bisikan yang paling berbahaya adalah dari orang-orang ingin mendapatkan pangung, misialnya mereka yang ingin jadi dirjen, direktur, staf khusus dan lain-lain, dilingkungan Kemendikbud. Maka jangan sepenuhnya diikuti, karena sesungguhnya akan terjebak dengan cara lama. Kalau perlu Dirjen, Direktur dan Kepala L2Dikti dari Kemenristekdikti (dulu) yang dalam catatan APTISI berkinerja buruk jangan diteruskan kembali, khusunya yang paling banyak memberikan keluhan pada PTS dan mempersulit pelayanan.

Tinggalkan Cara Lama
Satu keuntungan dari datangnya Nadiem dilingkungan kementrian pendidikan dan kebudayaan adalah dia tidak pernah terkontaminasi terlebih dahulu oleh kotoran lama dan paradigma lama pendidikan kita. Tetapi hal ini juga akan menjadi sesuatu yang merugikan jika Nadiem salah mendapatkan teman bicara. Permasalahan pendidikan kita sangat kompleks dan tidak mungkin dapat diselesaikan dalam satu periode kepemimpinan Nadiem. Masalah pendidikan kita juga tidak bisa diselesaikan dalam dua masa periodenya Jokowi.

[bctt tweet=”Nadiem tidak akan bisa mengubah dan memperbaiki pendidikan Indonesia hanya dengan 100 hari bahkan 5 tahun” username=”my_sharing”]

Oleh kerenanya semua pihak harus sadar Nadiem tidak akan bisa mengubah dan memperbaiki pendidikan Indonesia hanya dengan 100 hari bahkan 5 tahun masa jabatannya. Maka perlu membuat skala prioritas hal apa saja yang akan diselesaikan masa periodenya, dan masalah apa saja yang harus juga di selesaikan secara paralel di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi serta masalah kebudayaan juga.

Kuncunya tinggalkan cara lama jika itu membuat masalah pendidikan dan kebudayaan kita terpuruk tetapi tidak perlu malu menggunakan cara lama jika hal itu memang baik dan menguntungkan semua pihak terhadap kemajuan pendidikan dan kebudayaan Indonesia.

Bersambung ke Memilih Mendikbud Dengan Cara Ngawur (Bagian 2)