fonterra

Koperasi, Puzzle yang Hilang (Bagian 2)

Rendy Saputra (Ketua Umum Sarekat Saudagar Nusantara/ SSN)

[sc name="adsensepostbottom"]

Mari renungkan sejenak, ada koperasi yang sehebat Fonterra dan memastikan pertumbuhan kesejahteraan peternak dan ekonomi nasional NZ. Mengekspor lebih dari 95% hasil susu dalam negeri mereka ke lebih dari 100 negara di dunia.

Dari sini kita dapat menarik beberapa poin pemahaman yang semoga bermanfaat bagi negeri :

Pertama, Kepemilikan kolektif adalah kunci eksistensi para peternak.

Fonterra adalah milik bersama. Karena milik sama-sama, maka kebijakan Fonterra dapat dikontral bersama-sama. Berbeda jika Fonterra adalah swasta korporasi, mereka akan menekan harga beli susu.

Wajar, karena swasta mengejar profit dan pengembalian investasi. Modalnya minjem, jadinya kejar untung besar. Akhirnya entitas peternak musnah. Harga jual susu jatuh. Sedangkan peternak tidak punya pilihan harus jual kemana lagi.

Fonterra juga bermain di sektor hulu, mereka menyediakan supply untuk peternakan. Pakan, mesin, dan lain-lain. Karena Fonterra milik para peternak, maka harga jual akan mendukung peternak. Toko supply akan memberikan harga terbaik, agar biaya beternak jadi rendah dan murah.

Indonesia bisa mencontoh hal ini. Bayangkan jika kita memiliki koperasi kolektif peternak ayam, lalu sama-sama membangun Rumah Potong Ayam, pengolaham ayam, bahkan sampai sektor hulu membangun industri penetasan dan pakan. Peternak akan sejahtera.

Konsep ekonomi sejahtera ini kan ada pada sebaran kekayaan. Entitas yang memiliki populasi terbanyak, harus dipastikan mendapatkan kesejahteraan terbaik. Jangan terbalik, yang meraup untung besar adalah pabrik pakan swasta dan industri pengolahan. Dua titik industri hulu hilir ini akhirnya menekan peternak, menekan petani entitas petani dan peternak bisa musnah.

  1. Logika ini bisa di bawa kemana-mana.
  2. Para petani dengan industri pengolahan gabah jadi beras.
  3. Para nelayan dengan industri pengolahan ikan jadi sarden.
  4. Para petani karet dengan industri pengolahan karet jadi ban.

Jika semuanya bisa dilakukan dengan kekuatan kepemilikan kolektif, maka petani akan digdaya, peternak akan digdaya, nelayan akan digdaya. Bahkan jika dilanjutkan hingga koperasi kolektif di sisi distribusi, kekuatan sebaran kekuatan ekonomi akan lebih merata.

Kedua, Manajemen profesional pada perusahaan kolektif koperasi.

Isu koperasi di Indonesia ini lumayan menantang. Mulai kabar bawa lari uang anggota, hingga manajemen yang amburadul pada proses bisnis koperasi. Berikut solusi sederhana dari permasalahan yang sering muncul tersebut.

Anggota terlalu sedikit. Konsep koperasi ini adalah perlawanan kepada hegomoni perusahaan besar yang terkadang tidak berperasaan. Karena mereka punya modal besar, jadi seenaknya memperkaya diri sendiri. Mekanisme pasar terbuka selalu berpihak pada pemilik modal besar.

[bctt tweet=”Mekanisme pasar terbuka selalu berpihak pada pemilik modal besar” username=”my_sharing”]

Jila anggota Koperasi hanya 100 orang, dan patungan 1 juta. Ya tidak kemana-mana ini perlawanannya. Tapi jika kita bicara 10.000 anggota, 50.000 anggota, 100.000 anggota, dan 1 juta anggota, ini baru kekuatan. Jadi koperasi Indonesia ini ada masalah pada jumlah.

Yang kedua adalah masalah manajemen profesional. Harusnya koperasi menyewa profesional yang benar-benar mampu melakukan eksekusi dalam bisnis. Sangat di luar nalar jika CEO bisnis milik Koperasi harus bergaji UMR. Koperasi harus berani bayar profesional dalam jumlah yang signifikan, agar proses bisnis koperasi beres.

Yang jago mengumpulkan orang dan uang, berhenti saja sampai mobilisasi dana. Setelah itu serahkan manajemen pada sosok profesional. Bagi-bagi pekerjaan sesuai kapasitas. Sehingga bisnis beres.

Kebanyakan di koperasi Indonesia, para anggota saling memilih pengurus, akhirnya manajemen terjadi karena cabutan, bukan beauty contest. Harusnya BOD perusahaan itu beauty contest.

“Kami punya 100M, Anda bisa bikin perusahaan penetasan ayam DOC gak? Harganya segini outputnya, uangnya segini, sanggup tidak?” Cukup sampai di sini bicaranya para anggota. Serahkan ke ahlinya.

Ketiga, Koperasi dengan pikiran maju ke depan.

Yang bikin Fonterra maju salah satunya karena mereka belanja penelitian dalam jumlah yang besar. Jadi ada para ahli ilmuwan yang terus berpikir, terus mengembangkan temuan.

  • Bagaimana agar sapi sehat.
  • Bagaimana agar rumput tumbuh berkesinambungan.
  • Bagaimana agar air dapat recycle.
  • Bagaimana agar lahan gak rusak.
  • Bagaimana agar gas methane dari tinja gak over poluted.
  • Ada yang meneliti, jadi peternak tinggal implementasi, terbantu riset si Koperasi.

Keempat, Pemerintah paham strategisnya koperasi

Coba bayangkan, ada koperasi yang pegang 25% market eksport. Dan pegang 7% kontribusi Pendapatan Domestic Bruto, atau Gross National Product (GNP).

Karena koperasi, laba akan tersebar, hasil bisnis akan tersebar masif ke pemilik saham kolektif. Jika anggotanya 100.000, maka akan tersebar ke 100.000 orang. Ini baru namanya sejahtera. Karena kekayaan merata.

Bayangkan jika ada anak bangsa negeri ini yang membangun Koperasi semacam Fonterra di berbagai sektor.

  • 1 koperasi pertanian khusus beras
  • 1 koperasi perikanan khusus tuna
  • 1 koperasi perkebunan khusus durian
  • 1 koperasi peternakan khusus sapi pedaging
  • 1 koperasi peternakan khusus susu sapi
  • 1 koperasi peternakan khusus ayam
  • 1 koperasi aviasi khusus kepemilikan seluruh pesawat yang terbang di negeri ini.

Anggaplah ada 10 Koperasi yang sehebat Fonterra. Bisa berjualan ke 100 negara. Jika masing-masing menyumbang 7% PDB, maka 70% PDB akan dikuasai koperasi. Maka 70% putaran uang dapat dipastikan kembali ke rakyat kecil!!!

ya silakan perusahaan besar tetap ada, silakan beroperasi, biarkan mekanisme pasar yang adil, yang menentukan.

Ketika 70% putaran kekayaan negara berputar di mayoritas anak negeri, di situlah negeri yang berdaulat. Adanya perusahaan keluarga konglomerasi silakan ada, tapi perimbangan sebarannya tidak jomplang. Silakan kuasai 20% PDB 10% sisanya belanja negara 70% nya ke Koperasi. Sah-sah saja.

[bctt tweet=”Ketika 70% putaran kekayaan negara berputar di mayoritas anak negeri, di situlah negeri yang berdaulat” username=”my_sharing”]

Jika Saya ada di posisi pemerintah, Saya akan memperkaya koperasi, membangun regulasi pro koperasi, karena kalo Koperasi tumbuh, kesejahteraan menyebar, efeknya ke daya beli, kecerdasan merata, politik stabil, enak lah pokoknya tidak repot mengurus negara jika banyak koperasi negeri sekelas Fonterra. Top!

Lima, Mulai membangun kesamaan visi dan hati

Membangun gerakan kolektif ini butuh proses. Fonterra ini tegak dari 1871. Terbayang usianya berapa. Semoga Anda tidak dongkol ketika tahu ini, iya dari 1871.

  • Membangun kebersamaan
  • Membangun kewarasan
  • Membangun sangka baik
  • Membangun sistem yang bisa mengontrol sesama
  • Membangun harapan
  • Membangun saling percaya
  • Membangun kecerdasan finansial
  • Membangun keharmonisan
  • Semua ini menjadi butuh energy, butuh waktu, dan butuh orang-orang yang mengotot dan tekun.

Walau lama, bukan berarti tidak mungkin. Saya yakin, dengan teknologi informasi, akses pengetahuan yang baik dan gerakan sosial yang mulai merebak di mana-mana, hal ini dapat terealisasi.