Permintaan pelatihan keuangan syariah dari kalangan non muslim meningkat empat kali lipat dalam tujuh tahun terakhir. Aset industri keuangan syariah sendiri diperkirakan akan mencapai 3,4 triliun dolar AS pada 2018.
International Centre for Education in Islamic Finance (INCEIF) yang berbasis di Malaysia menerima 2000 pendaftaran pelatihan keuangan syariah di tahun ini, dimana 14 persen diantaranya berasal dari negara minoritas Muslim. Chief Executive Officer INCEIF, Daud Vicary Abdullah, mengatakan jumlah peserta pelatihan keuangan syariah yang berasal dari non muslim meningkat di tahun ini dibanding tujuh tahun lalu yang persentasenya hanya sebesar 3 persen pada 2007.

Banyak diantara peserta tersebut berdatangan dari Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, yang notabene belum memiliki undang-undang atau aturan khusus mengenai keuangan syariah. “Keuangan syariah telah semakin meluas. Orang Korea dan Jepang telah melihat industri ini sebagai suatu bisnis dan pasar yang potensial, sehingga mereka ingin turut berpartisipasi,” kata Daud, sebagaimana dilansir dari bloomberg, Senin (11/8).
Banyak dari para peserta pelatihan mendapat sponsor pendidikan dari pemerintah, seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan. “Edukasi perlu terus dilakukan untuk menghilangkan mispersepsi mengenai industri keuangan syariah yang masih dimiliki sejumlah orang,” ujar Daud.
Di sisi lain, Profesor Emeritus di Universitas Durham, Rodney Wilson, mengatakan perbankan dan keuangan syariah kini telah diterima oleh para bankir dan profesional keuangan mainstream, yang melihatnya sebagai sebuah peluang. “Sukuk menjadi semakin populer sebagaimana penerbitan sukuk sekarang mulai dilakukan oleh negara minoritas muslim,” kata Wilson.
Penerbitan sukuk pada 2014 naik 27 persen menjadi 26,9 miliar di tahun ini. Padahal, satu dekade lalu penerbitan sukuk baru mencapai 5,6 miliar dolar AS. Berdasar data Bank Negara Malaysia, Malaysia pun menjadi pemimpin pangsa pasar sukuk terbesar dengan persentase 69 persen, diikuti oleh Arab Saudi (12 persen), Uni Emirat Arab (6 persen), dan Indonesia (5 persen).
Malaysia, Indonesia dan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk adalah pusat keuangan syariah dunia. Sementara, Hong Kong, Singapura dan Inggris tengah berlomba-lomba menjadi pusat keuangan regional sejak mulai tertarik memasuki pasar keuangan syariah. Inggris menjadi negara Barat pertama yang menerbitkan sukuk di tahun ini, sementara Hong Kong dan Afrika Selatan juga berencana melakukan debut sukuknya di 2014.
Ernst & Young LLP memproyeksikan lembaga keuangan syariah akan memiliki 70 juta nasabah pada 2018, naik dari 38 juta nasabah pada tahun lalu. Berdasar laporan Malaysia International Islamic Financial Centre, industri keuangan syariah akan membutuhkan 1 juta orang pada 2020. Aset industri non ribawi ini diperkirakan akan mencapai 6,5 triliun dolar AS di tahun itu.
Implementasi dalam mengakomodasi industri keuangan syariah di setiap negara berbeda-beda. Australia telah mempertimbangkan aturan keuangan syariah sejak 2010. Sementara pemerintah Korea Selatan mendapat pertentangan dari kaum Nasrani, Jepang pun tidak punya aturan khusus mengenai industri keuangan syariah namun memperbolehkan lembaga keuangan Jepang yang beroperasi di luar negeri untuk memiliki produk keuangan syariah.
Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikar dan Inggris adalah negara-negara minoritas Muslim. Menurut Pew Research Center, jumlah muslim di negara-negara itu kurang dari 0,4 persen dari total populasi muslim dunia sebesar 1,6 miliar jiwa pada 2010. Jumlah tersebut setara dengan 12,7 persen populasi muslim di Indonesia, 1 persen di Malaysia, dan 1,6 persen di Arab Saudi.

