kartu kredit syariah

BI Wanti-wanti Pembatasan Kepemilikan Kartu Kredit

[sc name="adsensepostbottom"]

Bank Indonesia (BI) kembali mengimbau penyelenggara dan nasabah kartu kredit mengenai pembatasan kepemilikan kartu kredit berdasarkan usia dan pendapatan dan implementasi Personal Identification Number (PIN) 6 Digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi pada kartu kredit. Dua ketentuan tersebut harus sudah diterapkan selambatnya 31 Desember 2014.

kartu kredit syariahDirektur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, mengatakan pembatasan kepemilikan kartu kredit dilakukan sebagai langkah manajemen risiko kredit baik di sisi penerbit kartu kredit maupun pengguna kartu kredit. BI menetapkan pembatasan usia untuk pemegang kartu utama berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah dan pemegang kartu tambahan berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah.

Sementara dari sisi pendapatan, individu berpendapatan kurang dari Rp 3 juta tidak diperbolehkan memiliki kartu kredit. Individu berpendapatan antara Rp 3 juta – Rp 10 juta boleh memiliki kartu kredit dari maksimal dua penerbit, dengan pembatasan total plafon kredit dari seluruh kartu kredit yang dimilikinya maksimal tiga kali pendapatan tiap bulan. Sedangkan, individu dengan pendapatan diatas Rp 10 juta tidak dibatasi kepemilikan kartu kreditnya, namun mempertimbangkan analisis risiko masing-masing penerbit kartu. “Pendapatan tiap bulan yang dapat dijadikan pertimbangan penerbit kartu kredit adalah take home pay (pendapatan setelah dikurangi kewajiban-kewajiban antara lain pajak dan pembayaran utang kepada pemberi pekerjaan),” kata Tirta, dalam siaran persnya, Rabu (1/10).

Selain pembatasan aturan kepemilikan, BI juga mewajibkan implementasi PIN 6 digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi untuk transaksi kartu kredit dari penerbit domestik dan digunakan di merchant di Indonesia mulai 1 Januari 2015. Tirta menuturkan pengguna kartu kredit tidak boleh lagi menggunakan tandatangan sebagai sarana verifikasi dan autentikasi transaksi, kecuali untuk transaksi dengan kartu kredit dari penerbit luar negeri atau transaksi di negara lain yang masih menerapkan verifikasi dan autentikasi dengan tandatangan.

“Penggunaan PIN lebih aman dari tandatangan mengingat PIN adalah angka rahasia yang hanya diketahui pemiliknya. Pengguna kartu tidak boleh memberitahu PIN-nya kepada pihak lain,” tegas Tirta. Selain itu, transaksi menggunakan PIN telah terenkripsi dan transaksi dilakukan secara real time.

Sementara, Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam T Saptono, menuturkan di tahun ini tren bisnis kartu pembiayaan BNI Syariah, yaitu Hasanah Card agak menurun karena mengalami tekanan dari sisi ketatnya likuiditas dan aturan BI mengenai pembatasan kepemilikan jumlah kartu untuk nasabah berpenghasilan kurang dari Rp 10 juta per bulan. Jumlah pemegang kartu baru hanya naik 30-35 ribu kartu, dari yang sebelumnya bisa mencapai 50 ribu kartu per tahun. Baca Juga: BNI Syariah Berikan Edukasi Tentang Hasanah Card

Untuk lebih mendongkrak kinerja Hasanah Card, pihaknya pun melakukan berbagai inovasi program yang menarik. “Jadi lebih mengukuhkan Hasanah Card sebagai kartu lifestyle muslim seperti program homestay di luar negeri, program philantrophy, ibadah (umroh, qurban). Selain itu, menyasar kelompok middle class dengan menjual misi-misi dagang ke Amerika Serikat dan Eropa bagi pengusaha-pengusaha muda,” papar Imam.

Sampai Agustus 2014, outstanding pembiayaan Hasanah Card sebesar Rp 410 miliar. Total aset BNI Syariah per Agustus 2014 sebesar Rp 17.9 triliun, naik 21,7 persen dibanding Desember 2013. Dana pihak ketiga tercatat Rp 14,7 triliun, naik 23 persen dari akhir tahun lalu. Laba pun naik 15 persen (year-on-year) menjadi Rp 88,9 miliar.