
Hal tersebut diungkapkan oleh President dan Chief Executive Kamar Dagang dan Industri Dubai, Hamad Bu Amim, dalam World Islamic Economic Forum yang digelar di Dubai, sebagaimana dilansir dari laman the national, Kamis (30/10). Bu Amim menuturkan belum menyatunya standar syariah di Uni Emirat Arab menjadi salah satu kendala yang masih harus dihadapi oleh industri keuangan syariah.
“Saya pikir kami harus menyatukan dewan syariah di Uni Emirat Arab karena kita cukup tertinggal mengenai hal ini. Saya menyadari Uni Emirat Arab terdiri dari negara-negara bagian dan kami harus memperhatikan hal tersebut, namun kami harus melakukannya agar industri keuangan syariah Uni Emirat Arab bisa semakin berkembang,” jelas Bu Amim.
Dalam Islamic Finance Development Report yang disusun oleh Thomson Reuters dan Islamic Development Bank, Uni Emirat Arab menduduki peringkat empat dari 92 negara. Islamic Finance Development Report merupakan laporan tahunan mengenai perkembangan industri keuangan syariah di seluruh dunia. Dalam laporan tersebut, Malaysia ada di peringkat pertama, diikuti oleh Bahrain dan Oman. “Salah satu hal yang negara-negara itu miliki, sementara di Uni Emirat Arab tidak ada adalah dewan syariah yang terpadu,” ujar Bu Amim.
Baru-baru ini Oman melakukan sentralisasi dewan syariah sebagai salah satu langkah untuk mempercepat proses pengembangan produk keuangan syariah di negara itu. Selain hal tersebut, negara yang baru mengembangkan industri keuangan syariah dua tahun lalu ini juga agresif mengadakan berbagai konferensi dan menerbitkan regulasi untuk mendukung industri keuangan syariah. Baca: Bank Sentral Oman Kini Dilengkapi Dewan Pengawas Syariah
Secara keseluruhan, pertumbuhan aset bank syariah di kawasan Teluk telah melampaui bank konvensional, terutama di Qatar dan Arab Saudi. Di Uni Emirat Arab bank syariah tumbuh rata-rata 16 persen antara 2009-2013, di Qatar tumbuh 28 persen, dan di Arab Saudi tumbuh 17 persen.

