Otoritas Indonesia dan Malaysia telah sepakat menandatangani Heads of Agreement integrasi perbankan di kedua negara hari ini, Rabu (31/12). Apa saja isi kesepakatan tersebut?

“Dua prinsip ini diteruskan untuk menjadi acuan ketika Indonesia membuat negosiasi dan perjanjian bilateral dengan negara ASEAN lainnya,” kata Muliaman, dalam konferensi pers Penandatanganan Kerjasama Bilateral antara Indonesia-Malaysia untuk Dukungan Integrasi Perbankan ASEAN di Gedung Bank Indonesia, Rabu (31/12). Ia menambahkan kesepakatan khusus dengan Malaysia yang sudah disepakati dalam Head of Agreement pun bisa segera ditindaklanjuti dengan kesepakatan bilateral. Isinya mengacu pada ABIF Guidelines.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengutarakan substansi isi Head of Agreement Indonesia-Malaysia kurang lebih berisi kesepakatan Indonesia-Malaysia tentang jumlah bank yang ada di Malaysia maupun Indonesia yang masuk kategori Qualified ASEAN Bank (QAB). Malaysia telah memiliki tiga bank yang beroperasi di Indonesia, yaitu CIMB Niaga, Maybank Syariah dan BII Maybank dengan 1.390 kantor cabang dan 4.800 ATM. Namun, di Malaysia baru ada satu kantor cabang Bank Muamalat Indonesia.
Melalui perjanjian bilateral ini Indonesia akan mengirimkan bank terpilih yang masuk sebagai QAB. Sebagai QAB bank akan mendapat kemudahan tertentu dalam memasuki pasar ASEAN maupun mengembangkan operasinya. Dengan adanya tiga bank Malaysia yang beroperasi di Indonesia, maka Indonesia pun bisa menempatkan tiga bank untuk beroperasi di Malaysia.
“Isinya juga akan ada mengenai pembukaan kantor cabang, ATM, akses pasar, sistem pembayaran domestik, internet banking dan sistem pembayaran lain. Selain itu, disepakati juga cakupan perbankan, apa bisa masuk ke ritel atau wholesale banking, dan soal aspek permodalan, jika modal belum sampai harus bagaimana, dan juga yang terpenting terkait supervisi,” ungkap Agus.
Ia menuturkan dalam ABIF Guidelines dan Heads of Agreement merupakan pandangan BI, OJK dan BNM yang intinya kalau QAB sudah ditetapkan di Indonesia, maka di Malaysia juga akan mendapat perlakuan seperti bank nasional Malaysia. “Jadi dianggap sebagai indigenous bank di Malaysia. Saat masuk ke Malaysia kita akan lihat kemungkinan bank Indonesia disana berkembang baik dan sehat,” ujar Agus, sembari menambahkan isu terkait regulasi domestik yang terlalu ketat dan perlakuan nasional sudah dijawab di ABIF.
Agus menambahkan untuk mencapai integrasi perbankan ASEAN asas resiprokal menjadi landasan utama. Hal lainnya yang perlu disepakati adalah terkait akses pasar dan fleksibilitas operasional. Di dalam ABIF Guidelines juga mencantumkan mengenai definisi dan kriteria QAB, ketentuan mengenai negara yang memiliki home-host relationship, dimana perbankan suatu negara beroperasi di negara lain. “Jadi bagaimana prinsip yang akan dilakukan bagi yang sudah punya hubungan home-host dan yang belum. Bagi Indonesia secara umum ada home-house relationship dengan Singapura dan Thailand, jadi mungkin selanjutnya kerjasama dengan negara itu,” kata Agus
Agus menjelaskan bank yang ingin masuk kualifikasi sebagai QAB diharuskan memenuhi sejumlah persyaratan. Diantaranya bank dari anggota ASEAN yang dikelola baik,mempunyai kemampuan untuk melaksanakan daya tahan perbankan yang baik, dikelola dengan sehat, permodalan yang baik dan selalu tunduk terhadap aturan pelaksanaan kesehatan bank internasional yang berlaku.
Lalu, bagaimana dengan bank yang tak memenuhi kualifikasi QAB? Muliaman mengatakan bank bukan QAB tetap dapat diterima di negara lain, hanya saja tidak dapat menikmati kemudahan sebagaimana yang diterima QAB. Dalam kesepakatan bilateral dengan Malaysia akan ada persyaratan administrasi teknis operasional seperti permodalan dan hal lainnya. OJK pun akan mengambil bagian tugas aspek mikro dari kesepakatan tersebut. “Mudah-mudahan ini bisa menjadi template untuk kesepakatan lainnya karena sudah menggambarkan prinsip pokok yang Indonesia sangat concern yaitu workability, resiprokal, dan pengurangan kesenjangan,” jelas Muliaman.

