Pekan lalu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI sebesar 7,5 persen. Kendati bank syariah tak menerapkan bunga dalam transaksinya, suku bunga BI dapat turut mempengaruhi bagi hasil bank syariah.

Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Asbisindo), Yuslam Fauzi, mengatakan pada prinsipnya bank syariah menerapkan bagi hasil berdasar situasi pasar. “Bank syariah akan ikut menyesuaikan kalau rate bank konvensional juga naik,” kata Yuslam.
Ada beberapa produk bank syariah yang marginnya bisa disesuaikan dengan kondisi pasar, seperti ijarah muntahiya bit tamlik, dimana bank membelikan barang yang dibutuhkan nasabah dan kemudian akan menyewakannya kepada nasabah. Nasabah kemudian akan membayar sewa selama masa tenor sewa dan pada masa akhir sewa, nasabah memiliki alat tersebut melalui akad jual beli. Selama masa sewa tersebut evaluasi terhadap margin dilakukan secara berkala sesuai dengan kondisi pasar saat itu.
Namun untuk produk seperti murabahah (jual beli) yang marginnya telah ditetapkan di awal akad tidak akan berubah, sehingga tak terombang-ambing oleh suku bunga pasar. “Memang ada produk seperti murabahah yang angsurannya fix (tetap) itu tidak bisa diubah,” ujar Yuslam.
Namun, biasanya margin angsuran pembiayaan berakad murabahah lebih tinggi daripada akad pembiayaan lainnya karena bank syariah harus menanggung resiko terjadinya perubahan suku bunga dan kondisi pasar. Berdasar Statistik Perbankan Syariah Bulan Juni 2014 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan, ekuivalen margin/fee pembiayaan berakad musyarakah sebesar 11,91 persen, mudharabah 14,13 persen, murabahah 13,45 persen, istishna 13,6 persen, dan qardh 6,9 persen.
Dalam siaran persnya, BI mempertahankan suku bunga sebesar 7,5 persen karena dinilai konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1 persen pada 2014 dan 4±1 persen pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. BI menilai proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus berlangsung dengan ditopang stabilitas makro ekonomi yang tetap terjaga.
Ke depan, masih terdapat sejumlah risiko dari eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik. BI juga akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih mengalami moderasi. Meskipun masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga berada dalam tren melambat. Pelemahan ini terindikasi, antara lain dari penurunan indeks penjualan eceran dan penjualan kendaraan bermotor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan membaik pada triwulan III dan IV ini sejalan dengan pola serapan anggaran, meskipun dengan tingkat yang cenderung lebih rendah terkait penghematan anggaran. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan diperkirakan masih sesuai dengan perkiraan sebelumnya di kisaran 5,1-5,5 persen dengan kecenderungan menuju batas bawah.

