Salah satu potret UKM di Bangladesh/Sumber: worldbank.org

Bisnis Sosial ala Grameen Bank

[sc name="adsensepostbottom"]

Yunus memaparkan dalam bisnis sosial investor bertujuan membantu orang lain tanpa bermaksud mendapat keuntungan. Yunus menyebutnya perusahaan tanpa rugi sekaligus tanpa dividen. Walaupun kata ‘sosial’ melekat di frasa tersebut, bukan berarti segala yang dihasilkan adalah hibah. Social business is a business. Kegiatan bisnis sosial bisa tetap berlangsung karena ia menopang dirinya sendiri dan tetap menghasilkan pendapatan untuk membiayai operasional bisnis. Jika di tengah jalan investor ingin mengambil dana investasinya, hal itu tidak menjadi masalah.

Namun satu hal yang ditekankan adalah dana investasi yang dikembalikan nilainya sama dengan yang diberikan sebelumnya, walau mungkin nilai uangnya tidak seberapa di masa mendatang. Misalnya jika Anda berinvestasi Rp 10 juta di 2012 dan memutuskan untuk mengambil dana investasi pada 2022 maka Anda akan memperoleh kembali uang sebesar Rp 10 juta. Bukan dengan jumlah uang yang setara dengan Rp 10 juta pada 2022.

Pendiri Grameen Bank, Muhammad Yunus
Pendiri Grameen Bank, Muhammad Yunus

Dalam kuliah umumnya, Yunus juga memaparkan perbedaan antara kegiatan CSR perusahaan dengan bisnis sosial. Dalam kegiatan CSR, hal yang harus dilakukan perusahaan pertama kali adalah memaksimalkan laba baru menambah unsur bersifat sosial. Sementara bisnis sosial dirancang untuk memecahkan masalah sosial bukan memaksimalkan keuntungan atau mencetak laba bagi para investor, jadi perhatian tidak terbagi.

Yunus mengungkapkan walaupun bisnis sosial bukan lembaga nirlaba, bisnis sosial tidak mengejar laba mati-matian seperti halnya perusahaan yang bertujuan memaksimalkan laba. Menurut Yunus, hal itu dikarenakan alasan moral, tidak benar rasanya jika mencari untung dari kaum miskin. Lalu apa bedanya bisnis sosial dengan kewirausahaan sosial?