Asrorum Niam Sholeh. Foto: Panjimas

Deklarasi Produk Halal Harus Melalui Sertifikasi

[sc name="adsensepostbottom"]

Halal itu merupakan deklarasi yang berbeda dengan kepentingan diri sendiri.

Ketua Komite Syariah World Halal Food Council (WHFC), Asrorun Ni’am Shaleh menegaskan, bahwa halal harus dipahami sebagai terminologi agama. “Pemahaman itu harus dimiliki walau sertifikasi berkaitan dengan sicentific.Artinya, kalau tidak terdeteksi, belum tentu sudah halal,” kata Asrorun di diskusi Manfaat UU JPH di Dunia Bisnis, di Jakarta, pada pekan lalu.

Ni’am menjelaskan, halal itu merupakan suatu deklarasi, yang berbeda dengan kepentingan diri sendiri. Deklarasi itu akan mempermaklumkan produk-produk kita kepada orang lain dengan jaminan halal. Sementara, ketentuan halal ada yang masuk wilayah kesepakatan yang semua orang sudah tahu, atau mondial yang sama di mana-mana.

Maka itu, kata dia, ketentuan yang dikeluarkan komisi fatwa satu negara bisa berbeda dengan negara lain. Ni’am mengingatkan kalau deklarasi halal harus pula dibarengi sudahnya produk itu melewati sertifikasi halal.

Ni’an menegaskan, tidak bisa satu lembaga menyatakan produk-produknya halal tanpa memiliki sertifikat halal. “Harus ada sertifikasi formal jadi tidak bisa secara sepihak, misalkan ada ahli kesehatan yang tidak memiliki ijazah, tidak bisa dia mendeklarasikan diri sebagai dokter, ini harus dipahami,” ungkap Sekertaris Komisi Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ni’am menambahkan, di dunia ada dua kutub halal yaitu di Timur Tengah yang sangat ketat dan Malaysia dan sekitarnya yang dianggap longgar. Indonesia mencoba menjadi kutub ketiga yang ada di tengah.

“Itu jadi tugas WHFC untuk mendekatkan dua kutub dalam penetapan halal, sehingga sertifikat halal di Indonesia bisa diterima luas, dan saat ini sudah ada 34 lembaga di dunia,” pungkas Ni’am.