Terkait sertifikasi halal, pola pikir pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) harus dirubah.
Pendiri Halal Corner (HC) Aisha Maharani mengatakan, pihaknya saat ini memiliki tiga divisi, yaitu komunitas, media dan berita, serta konsultan. “Nah, divisi konsultan ini terbilang tidak mudah karena mengubah pola pikir UKM untuk naik kelas itu tidak mudah. Ada UKM yang maunya gratis terus. Dengan omzet yang ada, harusnya bisa daftar sendiri. Mindset seperti ini harus diubah,” jelas Aisha, di Jakarta belum lama ini.
Menurutnya, pemahaman halal pada UKM memang jadi pekerjaan rumah bersama. UKM yang sudah punya cabang saja kadang administrasinya belum rapi. Untuk mengubah pola pikir UKM bisa dimulai dengan kerapian administrasi, perizinan, produksi, dan juga aneka izin.
Jika UKM ingin mencari bantuan sertifikasi halal gratis, sebenarnya banyak. Tapi, HC sendiri akan lebih menyarankan agar UKM membiayai sertifikasi halal sendiri karena dari sana akan ada usaha agregat untuk berubah.
Namun kata Aisha, hal itu sering dikeluhkan sulit dalam mengurus sertifikasi halal begitu pula soal biayanya. Ini lagi-lagi yang harus diubah adalah pola pikir para pelaku UKM agar menyadari bahwa sertifikasi halal itu sangat penting untuk daya saing baik di pasar nasional maupun international.
”Kalau membiayai sendiri, UKM akan berusaha lebih keras dengan membenahi strategi pemasaran, administrasi, perizinan, dan lainnya. Jadi, akan lebih baik kalau sertifikasi halal dengan biaya sendiri. Itu yang disebut UKM naik kelas,” papar Aisha.
Edukasi Halal Bangun Kesadaran UKM
Aisha berharap UKM Indonesia kedepan bisa mandiri. Menurutnya, di luar negeri, UKM memang dibantu tapi juga diberi target sehingga saat pembinaan berhasil, UKM pun menjadi maju sesuai harapan yakni mandiri.
Aisha menjelaskan, edukasi dan membangun kesadaran UKM akan halal yang dilakukan HC, sementara ini baru melalui kelas daring menggunakan aplikasi ponsel. Lewat edukasi ini, HC juga menerawang kekurangan dan kesiapan produk. “Selain modal, kelemahan UKM juga pada manajemen,” ujarnya.
Untuk edukasi tatap muka rencananya akan dilakukan bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Di Indonesia menurut Aisha, banyak yang ahli yang begitu perhatian dengan UKM terkait sertifikasi halal ini. HC pun bisa bersinergi untuk edukasi.
“Dulu HC fokus membangun kesadaran halal konsumen. Seiring waktu, sekarang HC menyasar edukasi halal kepada masyarakat produsen, yakni para pelaku UKM,” jelasnya.
Dalam edukasi halal, HC mempunyai Program Sebakul (Sebar Kuas Halal) yang reguler dilakukan. Dalam program ini juga ada edukasi on the road tentang pentingnya alat-alat bebas najis. Dalam kegiatan ini, anggota HC akan turun langsung ke lapangan dan mengedukasi langsung pedagang yang ditemui. Sementara untuk kelompok pengusaha menengah atas, biasanya edukasi dilakukan di majelis taklim.
Selain itu, HC juga sudah mulai membawa produk anggota komunitasnya untuk pameran halal di Tokyo pada 2016 lalu. Bila saat itu produknya produk fesyen, pada 2017 ini, HC akan membawa produk pangan halal yang memenuhi kriteria ke pameran di Malaysia. Ini bertujuan untuk melihat kemampuan bersaing produk halal UKM Indonesia. ”Pulang dari Malaysia diharapkan pelaku UKM tidak santai. Itu tes pasar. Harus dievaluasi kalau kurang diterima,” ujar Aisha.
Aisha juga mengaku gemas karena pemerintah Indonesia belum solid dan sibuk untuk hal yang kurang penting, bahkan pro kontra halal juga terus bergulir. Sementara negara lain sudah siap bersaing, seperti Malaysia dan Jepang.
Padahal, menurutnya, halal itu memberi banyak ilmu dan pengetahuan bagi produsen dan konsumen tidak hanya bagi Muslim tapi juga non Muslim.Ini karena halal sudah menjadi lifestyle (gaya hidup) modern.

