Marketing zakat dinilai akan lebih efektif jika menyuntikkan motivasi mencari ketenangan hidup dalam kerangka perencanaan keuangan keluarga sakinah.
Menurut penelitian BAZNAS dan FEM IPB, 2011, potensi zakat di Indonesia pada 2009 adalah sebesar Rp. 217 triliun yaitu sebesar 3.41% dari nilai Produk Domestik Bruto. Potensi tersebut dihitung dari zakat rumah tangga keluarga Muslim, bisnis swasta, perusahaan BUMN, dan tabungan individu di bank. Tetapi mirisnya pada 2009 hanya terkumpul sebesar Rp. 1.8 triliun atau hanya 0.7% saja.
Hitung menghitung potensi zakat dan realisasinya ini tentu saja tidak bisa disebut akurat dikarenakan banyak Muzakki yang menyalurkan zakatnya secara sendiri, sehingga tidak masuk dalam data penelitian tersebut. Namun katakanlah yang menyalurkan sendiri adalah berjumlah 43% sehingga menggenapkan perkiraan sebesar 50% (0.7%+43%), Itu berarti, masih ada lagi potensi zakat sebesar Rp 100 triliun lebih yang belum dapat dikumpulkan.
Atau bisa juga kita sederhanakan perhitungannya, yang dimulai dari perhitungan jumlah penduduk Muslim di Indonesia. Menurut The Pew Forum on Religion & Public Life 2010, jumlah penduduk Muslim di Indonesia, 2010 adalah 205 jiwa. Dari data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun yang sama, usia produktif (tidak ketergantungan) di Indonesia pada tahun tersebut adalah 49% yang artinya ada 100.45 juta Muslim dewasa. Setelah dikurangi dengan angka pengangguran 10% pada tahun tersebut dan katakanlah hanya separuhnya yang sampai nisab bayar zakat, maka ada 45.2 juta Muslim dewasa yang wajib bayar Zakat.
Katakanlah setiap orang mengeluarkan Rp. 1 juta sebagai zakat setiap tahunnya (baik dari zakat profesi maupun zakat maal) maka ada Rp. 400 triliun dana yang akan terkumpul dari rumah tangga Muslim Indonesia, yang lebih tinggi dari perkiraan dari potensi zakat nasional dari riset di atas. Baca juga: Prospek Zakat dan Wakaf di 2015 Cerah, Namun Ada Syaratnya
Masalah dalam Marketing Zakat
Apa artinya? Menurut Murniati Mukhlisin (Penulis dan Konsultan Sakinah Finance/Dosen Senior STEI Tazkia, Indonesia), yang baru-baru ini mengisi kajian tentang zakat dan pengelolaan keuangan keluarga di London, ada masalah dalam marketing zakat. Selama ini para amil zakat hanya menitikberatkan pentingnya zakat sebagai perintah dan kewajiban setiap Muslim untuk membersihkan hartanya, serta juga aspek sosial dalam membantu saudara kita kaum fakir miskin dan asnaf lainnya. Artinya, bagi yang menunaikannya zakat diposisikan sebagai penambah amal soleh dan jalan menuju keridhaan Allah SWT.
Namun, jarang sekali kesadaran membayar zakat itu ditekankan dari manfaat yang akan diambil dari si pembayar zakat itu sendiri. Ini penting dikaji dalam marketing zakat.
Ketenangan Hidup
Murniati menyampaikan kisah Abu Labubah dan beberapa kawannya yang menjadi sebab turunnya Surat At-Taubah Ayat 102, 103, dan 106 di mana mereka tidak tenang hingga hartanya kemudian diambil oleh Rasulullah Saw sebagai tebusan kesalahan tidak ikut Perang Tabuk ketika itu walaupun Allah SWT sudah menerima taubatnya. Di sini dapat dilihat bahwa ketenangan bagi pembayar zakat adalah sangat penting dikarenakan kehidupan rumah tangga dalam level keuangan manapun yang dicari adalah ketenangan (sakinah).
Setelah ketenangan didapat, tentunya solusi atas masalah-masalah atau ujian yang Allah berikan dapat dihadapi dan segera dapat terselesaikan.
Sesungguhnya manusia itu diuji dari segala kesenangan dan kesusahan yang dihadapi seperti yang dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, misalnya Al-Baqarah: 155, Al-Anbiyya: 35, Al-Naml: 40, Al-Anfal: 28, Al-Mudatsir: 31, Al-Kahf; 7 yang datang silih berganti kepada manusia setiap harinya.
Perencanaan Keuangan Keluarga Sakinah
Jika metode marketing zakat menggunakan silogisme ini, membayar zakat pun dilihat dari sisi, memberikan solusi bagi seorang Muslim untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, maka dari itu jangan sampai keluarga Muslim tidak tahu berapa nisab atas macam-macam jenis zakat dan kapan sampai haulnya, juga apakah sudah benar perhitungannya dan baik penyalurannya dengan mengikuti adab-adab membayar zakat. “Dalam talkshow dan pelatihan pengelolaan keuangan keluarga Muslim yang kami berikan, pengelolaan zakat keluarga adalah salah satu prinsip yang sangat kami tekankan dalam menuju status keuangan keluarga sakinah” ujar Murniati.
Para peserta diberikan motivasi untuk dapat mengelola keuangan keluarganya sendiri, antara lain memastikan pencatatan impian dan anggaran serta realisasi pendapatan dan pengeluaran. perhitungan zakat yang benar, mengatur hutang piutang yang tangkas, dan memastikan perhitungan faraid yang jelas. “Kami juga menyentuh persoalan bagaimana berinvestasi tapi bukan untuk mencari keuntungan yang cepat dan banyak tetapi bagaimana dapat berkembang dengan wajar, hasil yang halal dan baik, serta memenuhi impian keluarga” kata Murniati menjelaskan. Sepertinya, sudah saatnya marketing zakat lebih banyak memasukkan tujuan perencanaan keuangan keluarga sakinah.