Memperingati 87 tahun Sumpah Pemuda, sejumlah tokoh nasional hadir untuk menghormati salah satu tokoh yang turut berkontribusi dalam persatuan pemuda, yaitu SM Amin.

Untuk mengenang jasa SM Amin, pengelola Museum Sumpah Pemuda pun menyelenggarakan Pameran Peran Mr SM Amin dalam Sumpah Pemuda. Pada kesempatan yang sama diluncurkan pula buku bertajuk Peran Mr SM Amin dalam Sumpah Pemuda dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, yang diedit oleh Ichwan Azhari.
Ichwan menuturkan SM Amin merupakan tokoh Sumpah Pemuda yang selama ini tidak dikenang, padahal ia turut berkontribusi dalam sejarah Sumpah Pemuda. “Ia adalah seorang anggota Jong Sumatera dan Sekretaris dari Moh Yamin. Jadi di belakang Moh Yamin, ada SM Amin yang tidak begitu dikenal. Dalam sejarah Aceh maupun pusat, nama SM Amin tidak disebut,” kata Ichwan, Rabu (28/10).
Ia menambahkan SM Amin yang hadir saat Kongres Sumpah Pemuda juga memiliki peran penting. Pasca 28 Oktober 1928 adalah masa peleburan organisasi-organisasi daerah. Saat itu salah satu pelopornya adalah SM Amin yang tergabung dalam Komite Indonesia Muda. “Pada saat itu tiga organisai yang hadir yaitu Jong Java, Jong Sumatera dan Persatuan Pemuda Indonesia melebur menjadi satu. Hasil kongres adalah peleburan itu dan peristiwa itu pun nyaris tidak dikenal,” ujar Ichwan.
Usai peristiwa tersebut, SM Amin pun pulang ke Aceh. Pada 19 Juli 1948 Presiden Soekarno melantiknya sebagai Gubernur Sumatera Utara di Kutaraja Aceh, karena saat itu Medan telah diduduki Belanda. Mr SM Amin adalah satu-satunya gubernur yang dilantik oleh Soekarno dalam sejarah kepemimpinan presiden pertama RI itu. “Menurut tafsir sejarah peristiwa itu penting karena seandainya Indonesia bubar karena kependudukan Belanda, SM Amin bisa mengambil alih kepemimpinan saat itu sebelum Pemerintahan Darurat RI,” tukas Ichwan.

Ichwan menuturkan nyatanya ketika Jakarta dan Yogyakarta diduduki oleh Belanda dan para pemimpin negara ditangkapi, Indonesia diselamatkan oleh kekuasaan yang berada di daerah. Kala itu SM Amin pun melantik anggota DPRD Sumatera Utara, Sumatera Timur dan Aceh di pesisir barat Aceh di Tapaktuan. “Pelantikan itu merupakan bukti bahwa Indonesia ada,” cetus Ichwan.
SM Amin pun sempat ditangkap oleh Belanda di Pematang Siantar dan dipaksa menyatakan ketiadaan pemerintahan sipil di sana. Namun, SM Amin berhasil melarikan diri ke Aceh. “Pada 1949 SM Amin juga mencetak uang RI sebagai instrumen negara ada di daerah,” ungkap Ichwan, yang menambahkan pentingnya peran SM Amin sebagai fasilitator pembelian pesawat presiden yang dananya berasal dari sumbangan masyarakat Aceh.
Salah seorang putra SM Amin, A Riawan Amin mengapresiasi usaha pemerintah provinsi Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau yang menghargai peran SM Amin dalam perjuangan bangsa, salah satunya dengan menempatkan namanya sebagai nama jalan. “Mengutip kalimat Presiden Soekarno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya,” cetus Riawan.
Ia melanjutkan ayahnya, yang lahir di Sumatera, bersekolah di Solok dan Yogyakarta, dan berkarir di Aceh, adalah seorang Republiken sejati. “Beliau menyadari adanya perbedaan semua suku di Indonesia yang tidak bisa dipaksakan semua. Justru dengan menghargai perbedaan itu kita akan bersatu sebagaimana yang tertuang di bhinneka tunggal ika,” ujar Riawan.
Riawan pun kemudian mengutip beberapa kalimat pidato Presiden Soekarno saat pelantikan ayahnya sebagai Gubernur Sumatera Utara. “Ketika pelantikan itu, Presiden Soekarno mengatakan sekecil apapun wilayah Indonesia yang tersisa, Indonesia masih tetap ada,” ujar Riawan. Pelantikan SM Amin sebagai gubernur itu merupakan simbol perlawanan yang tidak boleh dilupakan terhadap pendudukan Belanda.

