Ada dua komitmen yang berpengaruh dalam kehidupan Nina Mudrikah, hingga ia sukses meraih karir sebagai Head of Syariah AIA Financial. Ia pun berbagi pengalaman pengabdiannya di bidang ekonomi Islam.

Nina menuturkan, ketika dirinya memutuskan untuk berjilbab, pihak sekolah menentangnya. Namun, ia bersama teman-temannya tetap kekeh berjilbab. Bahkan mendemo keputusan sekolah yang melarang siswanya berjilbab. “Ada ancaman dari sekolah. Orang tua saya dipanggil diancam juga. Komitmen itu ternyata sangat berharga,” ujarnya.
Komitmen Nina kedua adalah menekuni bidang ekonomi Islam. Nina pun kembali berbagi cerita, bahwa dirinya ketika kuliah mengambil jurusan akuntansi, dan tentu setelah lulus ia harus berkiprah menjadi akuntan publik. Namun, ia tidak suka dengan hitung-hitungan. Hatinya pun galau menargetkan karir hidup menuju sukses. Ia terus berdoa memohon kepada Allah SWT diridho dalam karir. Hingga akhirnya, ia berkomitmen memilih bidang ekonomi Islam. “Dalam hati saya. Inilah jalan hidup saya memilih bidang ekonomi Islam,” ujarnya.
Nina merasa yakin bahwa ekonomi Islam adalah pilihan hidupnya yang tepat. Ia pun tak hentinya mengucap syukur kepada Allah SWT, bahwa pilihannya itu ternyata membuka jalan yang berbeda. Ia pun kemudian mendalami ilmu-ilmu Islam dengan kuliah lagi. Setelah lulus, ia bertemu dengan pakar ekonomi syariah yaitu Adiwarman A Karim. “Orangnya ganteng, pintar, ekonomi Islamnya juga canggih. Akhirnya saya mengajukan diri untuk gabung di Karim Consulting Indonesia, milik beliau,” ujar Nina sumringah.
Setelah tujuh tahun bergabung dengan Karim Consulting Indonesia, ia berkiprah di dunia asuransi syariah menduduki posisi sebagai Head of Syariah AIA Financial. Menurutnya, bahwa ilmu ekonomi syariah itu sangat berguna dalam pencahayaan hidup.
Pada kesempatan ini, Nina menuturkan, bahwa kandungan ajaran Islam itu ada tiga hal, yaitu akidah, syariah dan ahlak. Menurutnya, akidah itu berhubungan dengan manusia yakni kenyakinan. Sedangkan syariah berkaitan dengan hukum atau aturan. Syariah itu terbagi dua yaitu fikih ibadah dan fikih muamalah. Fikih ibadah itu berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadist, hubungannya dengan Allah SWT. Sedangkan fikih muamalah hubungannya dengan manusia, sehingga nanti disanalah letak ekonomi itu dalam bagian muamalah, yakni hubungan sesama manusia. “Artinya ekonomi Islam ini bagian dari kehidupan manusia,” paparnya.
Bukan Cuma Bagi Hasil
Namun demikian, ia menyayangkan karena pemahaman masyarakat Indonesia terhadap ekonomi Islam masih sangat kurang. Masyarakat tahunya syariah itu adalah bagi hasil. Bank syariah juga dikenalnya sebagai bank bagi hasil. “Bahkan, orang non Muslim saja ketika ditawari asuransi syariah, dia bilang itu kan punyanya umat Islam. Mau beli? Mereka tanya lagi, apa benefitnya?,” kata Nina.
Ini, tegasnya mengisahkan arti bahwa kader-kader ekonomi syariah itu masih sangat diperlukan untuk mengedukasi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat supaya mengerti syariah lebih banyak lagi. “Marilah kita belajar ekonomi Islam, karena masih terbuka lebar potensinya,” ajak Nina.
Ia menegaskan, meskipun ekonomi syariah di Indonesia sudah berkembang, tapi sumber daya insaninya masih sangat terbatas. Padahal, industri keuangan syariah masih kekurangan SDM yang kompeten. Menurutnya, SDM menjadi unsur utama dalam inovasi produk keuangan syariah. Namun, sayangnya jumlah SDM industri keuangan syariah di Indonesia masih minim. Sehingga dinilai menjadi salah satu faktor yang menghambat inovasi produk.
Lalu bagaimana menerapkan ekonomi Islam dalam industri keuangan syariah?Sehingga para calon karyawan itu bisa diterima kerja. Pertama, tegas Nina, adalah menguasai atau memahami ilmunya (knowledge). Karena ketika dia diwawancara pasti akan ditanya beberapa hal, misalnya sarjana apa, lulusan mana, bisa akutansi Islam, paham dengan ekonomi Islam atau tidak dan sebagainya.
“Waktu saya ikut pak Adiwarman, ditanya gini :“Nina bisa buat neraca enggak?Bisa bang, neraca dagang. Ya memang yang diajarkan di kampus neraca dagang, bukan neraca ekonomi Islam,” katanya. Akhirnya, ia terus belajar mendalami ilmu ekonomi Islam termasuk membuat neraca. “Mau enggak mau, suka enggak suka dan harus suka. Karena akan lebih indah bagi kita kalau mengerjakan apa yang disukai,” tukas Nina.
Setelah memahami ilmunya, lanjut Nina, tahap kedua adalah kuasai keahliannya (competencies). Artinya calon sumber daya insani harus memiliki keahlian yang kompeten. Keahlian ini lebih banyak skill, apalagi sekarang kalau di dunia industri 2015 ini akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). SDM asing itu akan bebas masuk ke Indonesia, sehingga SDM Indonesia harus punya kompetensi dengan ilmu yang spesifik agar bisa bersaing di dunia global. Dan kompetensi itu juga harus dibuktikan dengan sertifikat atau pengakuan dari lembaga yang kompeten.
Lebih lanjut ia menuturkan, memiliki skill ekonomi Islam sangatlah penting, tapi harus lebih spesifik.Misalnya mendalami bisnis Islam, sehingga tidak perlu menjadi karyawan bank syariah atau asuransi syariah. Tapi bisa menjadi pengusaha fashion Muslim. Dan yang terpenting, kita mengerti batasan-batasan bermuamalah secara syariah.” Kalau jadi pengusaha yang jujur, amanah dan ahlakmul karimah,” tegasnya.
Adapun poin ketiga adalah perilaku yang baik (Attitude). Menurutnya, attitude ini lebih kepada akhlak atau perilaku yang baik. Karena bagaimana pun di dunia pekerjaan perilaku itu juga memegang hal yang penting. Nina pun berbagi pengalaman, bahwa dirinya berapa kali selamat karena hubungan baik dengan orang yang memberikan pekerjaan. Ketika itu, ia tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai yang dijadwalkan, namun berkat hubungan baik orang tersebut memaafkan keterlambatan pekerjaan Nina. Menurutnya, hubungan yang baik itu karena perilaku yang baik.
Modalnya Taqwa
Seorang SDM industri keuangan syariah, lanjutnya, harus menerapkan etika professional Muslim. Yakni, pertama adalah taqwa atau memiliki jiwa spiritual. Taqwa ini adalah modal yang harus dimiliki oleh semua insani. Kedua, bersikap professional (Itqan). Menurutnya, setiap karyawan dituntut untuk professional. Ia pun kembali berbagi pengalaman ketika kerja di Karim Consulting Indonesia. “Saya pernah bilang sama bang Adi, kalau saya mau ikut demo buruh. Bang Adi bilang, jihad kamu itu di sini. Islam itu indah yang bersama-sama kita kembangkan untuk kemakmuran umat Islam. Ya jihadnya secara professional,” kata Nina menirukan ucapan Adiwarman.
Jadi, kata Nina, bahwa menjadi karyawan harus professional, jangan seenaknya minta izin dengan alasan ada urusan keluarga atau teman dan lainnya termasuk mau demo buruh.
Poin ketiga adalah Shidiq atau jujur, berlaku baik dan simpatik. Menurut Nina, Shidiq itu persepsi masyarakat adalah orang yang jujur. Bahkan dari survai 80 persen mengatakan asuransi syariah itu tidak akan membohongi nasabah. Jadi memang terikat dengan persepsi bahwa orang syariah itu jujur, amanah dan dipercaya.
Kelima adalah Khidmah atau bersikap melayani dan rendah hati. Menurut Nina, professional itu bukan berarti kita bersikap humawah minta dilayani tapi melayani. Bukan karena sudah menjadi manager, minta dilayani duduk-duduk sambil nunjuk-nunjuk merintah. Kita melayani orang, maka orang akan respek kepada kita.[su_pullquote align=”right”]”Seorang SDM industri keuangan syariah, lanjutnya, harus menerapkan etika professional Muslim.”[/su_pullquote]
Nina kembali bercerita, bahwa ada seorang temannya yang berkata bahwa tidak mau merekrut aktivis, dengan alasan selalu bertingkah seenaknya saat bekerja. Seperti ketika disuruh membuat laporan administrasi, dia berdalih tidak biasa membuat laporan karena ketika jadi aktivis FoSSEI dengan jabatan pimpinan yang selalu mengerjakan adimistrasi adalah sekretaris.”Hello..FoSSEI, tapi inikah sudah masuk dunia pekerjaan. Jadi aktivis dengan jabatan tinggi selalu dilayani. Ketika masuk dunia kerja bukan berarti seenak-enaknya,” seru Nina.
Nina pun mengaku bahwa dirinya adalah korp alumni FoSSEI. Namun ketika kerja selalu professional tanpa menolak perintah bos. “Saya selalu siapkan perlengkapan presentasi bang Adi, laptop misalnya. Ketika beliau presentasi, saya ikut dan melihat caranya. Lama-lama dia terlambat, kita yang maju. Akhirnya bang Adi pura-pura terlambat, biar kita maju presentasi,” ujarnya.
Menurutnya, inilah pembelajaran dari mentor yang sangat membantu mengarahkan kita menjadi seorang professional. Jadi yang jelas, penekanannya adalah apapun profesinya, rekan-rekan harus pahami ilmunya, punya keahlian dan professional.

