Agustianto Mingka
Agustianto Mingka

Praktisi Keuangan Syariah Wajib Memahami Maqasid Syariah

[sc name="adsensepostbottom"]

Para akademisi ekonomi syariah dan praktisi perbankan syariah, tidak cukup hanya mengetahui fikih muamalah dan aplikasinya saja, tetapi yang lebih penting adalah memahami maqasid syariah, demikian hal tersebut ditegaskan praktisi ekonomi syariah – Agustianto Mingka yang juga Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).

Agustianto Mingka
Agustianto Mingka

”Maqasid syariah adalah jantung dalam ilmu ushul fiqh, karena itu maqasid syariah menduduki posisi yang sangat urgen dalam merumuskan ekonomi syariah, menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah,” ujar Agustianto gamblang kepada mysharing.co.

Menurut Agustianto, para ulama ushul fiqh sepakat bahwa pengetahuan maqasid syariah menjadi syarat utama dalam berijtihad untuk menjawab berbagai problematika kehidupan ekonomi dan keuangan yang terus berkembang. Maqasid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal, public finance), tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqasid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan lembaga keuangan syariah.

“Maqasid syariah tidak saja menjadi faktor yang paling menentukan dalam melahirkan produk-produk ekonomi syariah yang dapat berperan ganda (alat sosial kontrol dan rekayasa sosio-economy) untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, tetapi juga lebih dari itu, maqasid syariah dapat memberikan dimensi filosofis dan rasional terhadap produk-produk hukum ekonomi Islam yang dilahirkan dalam aktivitas ijtihad ekonomi syariah kontemporer. Maqasid syariah akan memberikan pola pemikiran yang rasional dan substansial dalam memandang akad-akad syariah  dan produk-produk perbankan syariah. Pemikiran fikih semata akan menimbulkan pola pemikiran yang formalistic dan tekstualis. Hanya dengan pendekatan maqasid syariah-lah produk perbankan dan keuangan syariah dapat berkembang dengan baik dan dapat meresponi kemajuan bisnis yang terus berubah dengan cepat,” papar Agustianto.

Lebih lanjut menurut Agustianto, di era kemajuan ekonomi dan keuangan syariah kontemporer, banyak persoalan yang muncul, seperti hedging (swap, forward, options), Margin During Contruction (MDC), profit equalization reserve (PER), trade finance dan segala problematikanya, puluhan kasus hybrid contracts, instrument money market inter bank, skim-skim sukuk, repo, pembiayaan sindikasi antar bank syariah atau dgn konvensional, restrukturisasi, pembiayaan property indent, ijarah maushufash fiz zimmah, hybrid take over dan refinancing, forfeiting, overseas financing, skim KTA, pembiayaan multi guna, desain kartu kredit, hukum-hukum terkait jaminan fiducia, hypoteik dan hak tanggungan, maqashid dari anuitas, tawarruq, net revenue sharing, cicilan emas, investasi emas, serta sejumlah kasus-kasus baru yang terus bermunculan.

“Upaya ijtihad terhadap kompleksitas ekonomi dan keuangan syariah masa kini yang terus berubah dan berkembang, memerlukan analisis berdimensi filosofis dan rasional dan subtantif yang terkandung dalam konsep maqasid syariah,” tegas Agustianto.

Menurut Agustianto, tanpa maqasid syariah, maka semua pemahaman mengenai ekonomi syariah, keuangan dan perbankan syariah akan sempit dan kaku. Tanpa maqasid syariah, seorang pakar dan praktisi ekonomi syariah akan selalu keliru dalam memahami ekonomi syariah. Tanpa maqasid syariah, produk keuangan dan perbankan, regulasi, fatwa, kebijakan fiscal dan moneter, akan kehilangan substansi syariahnya. Tanpa maqasid syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan regulasi perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan akan kaku dan statis, akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang. Tanpa pemahaman maqasid syariah, maka pengawas dari regulator gampang menyalahkan yang benar ketika mengaudit bank-bank syariah. Tanpa maqasid syariah, maka regulator (pengawas) akan gampang menolak produk inovatif yang sudah sesuai syariah. Tanpa pemahaman maqasid syariah maka regulasi dan ketentuan tentang PSAK syariah akan rancu, kaku dan dan mengalami kesalahan fatal.

“Jiwa maqasid syariah akan mewujudkan fikih muamalah yang elastis, fleksibel, lincah dan senantiasa bisa sesuai dengan perkembangan zaman (shilihun li kulli zaman wa makan). Penerapan maqasid syariah akan membuat bank syariah dan LKS semakin cepat berkembang dan kreatif menciptakan produk-produk baru, sehingga tidak kalah dengan produk bank-bank konvensional,” jelas Agustianto lagi.

“Berdasarkan paparan di atas, maka para pakar ekonomi syariah, dosen, praktisi ekonomi syariah, auditor, Dewan Pengawas Syariah, pejabat Bank Indonesia yang mengawasi dan mengaudit bank syariah, dan pejabat OJK yang mengawasi/meregulasi LKS, wajib dan harus memiliki pengetahuan tentang maqasid syariah,” demikian tegas Agustianto menutup pembicaraan.