Produk Halal, Daya Saing Indonesia Masih Rendah

[sc name="adsensepostbottom"]

Halal tidak hanya dipandang dari sisi agama, tapi juga menjadi jaminan kualitas produk.

Daya saing industri halal di Indonesia masih rendah dikarenakan  pelaku usaha masih belum peduli dengan sertifikasi halal dan masih menganggap bahwa hal tersebut dapat menjadi beban.

Demikian disampaikan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Niken Iwani Surya Putri dalam diskusi bertajuk “Peran Produk Halal Dalam Rangka Memperkuat Daya Saing Ekonomi Indonesia.Produk Asing, Halalkah?”, di Hotel Sofyan Menteng, Jakarta, Rabu (28/12).

“Stakeholder industri halal paling pertama adalah pengusaha, namun masalahnya pengusaha masih berpikiran negatif terhadap sertifikasi halal ini, yakni dianggapnya beban,” ujar Niken.

Saat ini, lanjut Niken, sertifikasi halal hanya dipandang sebagai perlindungan konsumen saja. Padahal semestinya, sertifikasi halal itu posisinya harus sebagai jaminan mutu dan bisa disetarakan dengan ISO. “Dengan demikian, kampanye halal bisa menjadi produk jualan Indonesia untuk konsumen di luar negeri maupun domestik,” tegas Niken.

Niken menjelaskan, di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ke-4 untuk industri halal. Tiga besar negara di ASEAN yang mulai fokus dengan produk halal adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Singapura memiliki produk halal jualan di bidang perbankan syariah dan pariwisata halal. Sementara, Malaysia juga sudah lama menempatkan pariwisata halal sebagai produk jualan nomor satu dan Thailand mulai bergerak dengan produk makanan olahan halal. Sedangkan Indonesia, menurut Niken,  baru mengkampanyekan pariwisata halal setelah mendapatkan penghargaan di World Halal Tourism Awards, dengan berbagai kategori.

Pada kesempatan ini, Niken pun menegaskan bahwa dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebetulnya posisi Indonesia adalah menjadi santapan karena jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.

Menurutnya, dengan jumlah penduduk Muslim yang besar, semestinya Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan industri halal, namun sayangnya  kesadaran masyarakat dan pelaku industri terhadap produk-produk halal masih rendah.

“Ketika berada di luar negeri, masyarakat Indonesia sibuk mencari makanan halal. Tetapi  ketika kita di dalam negeri, kita tidak sadar terhadap produk halal karena menganggap pasti sudah halal. Contoh, beli sate.Apakah terpikirkan arangnya itu halal atau tidak?”, ujar Niken.

Niken pun menjelaskan, bahwa arang itu bahan-bahannya ada yang berasal dari tulang hewan, ini dipastikan tidak halal. “Nah,  yang bagus dan halal itu arang kayu,” ujarnya.

Bahkan jelas Niken, arang kayu produksi Indonesia banyak dipesan oleh pengusaha Arab Saudi hingga jumlahnya miliaran. Pelaku usaha Indonesia harus memahami hal sekecil apapun itu, yakni salah satunya arang yang sering dipakai untuk proses memasak sate, itu harus halal.

Sosialisasi Produk Halal
Untuk meningkatkan daya saing melalui industri halal, maka harus dilakukan sosialisasi agar menimbulkan kesadaran mengenai produk halal kepada pelaku usaha maupun masyarakat. “Area yang bisa disasar yakni agro industri, industri tekstil dan alas kaki, serta industri kreatif,” jelas Niken dihadapan peserta diskusi.

Menurutnya,  ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengembangkan industri halal,  yaitu memperbanyak laboratorium halal, pendirian lembaga produk halal, pemisahan logistik dan pelabuhan halal, serta pemberian insentif kepada pelaku usaha yang telah menerapkan sertifikasi halal dengan keringanan pajak.

Peluang produk halal sangat tinggi di Indonesia,  namun masyarakatnya masih banyak yang belum sadar. Oleh karena itu, tegas Niken,  pemerintah dan stakeholder terkait dapat fokus untuk memperkuat produk halal di dalam negeri terlebih dahulu karena pangsa pasarnya besar. Adapun industri khusus yang harus mendapatkan perhatian salah satunya adalah makanan dan pariwisata, misalnya saja memperbanyaak sertifikasi halal untuk restoran.

[bctt tweet=”Peneliti UI: Produsen produk halal baiknya diberi insentif pajak” username=”my_sharing”]

Untuk itulah, Niken menyarankan, pemerintah untuk mendukung pertumbuhan industri halal yaitu harus  memberikan blueprint yang jelas. Misalnya, kata Niken,  harus ada pemisahan antara logistik halal dengan non halal.

“Karena salah satu syarat untuk menjaga kehalalan adalah tidak terkontaminasi dengan produk lain yang non halal,” katanya.

Selain itu, lanjut dia,  harus ada sosialisasi kepada pelaku usaha bahwa sertifikasi halal tidak hanya dipandang dari sisi agama saja namun juga menjadi jaminan kualitas produk.