Sepuluh mata uang utama Asia diperkirakan akan terus melemah terhadap USD selama tiga tahun ini.

Lagi-lagi, melambatnya ekonomi China dijadikan kambing hitamnya. Banyak negara-negara Asia menjalin hubungan dagang yang kuat dengan China. Devaluasi Yuan pada 11 Agustus 2015 menyumbang kegelisahan pasar yang sebelumnya merasa aman dengan Yuan. Goldman Sachs dan JPMorgan Chase & Co menilai, pelemahan Renminbi Cina akan menginfeksi nilai tukar di kawasan dan di pasar negara berkembang.
“Yuan China memang mengalahkan USD sejauh ini, dalam hal dampaknya terhadap mata uang Asia,” kata Claudio Piron, co-head of Asian currency and rates strategy at Bank of America Merrill Lynch di Singapura. “Asia kian peka terhadap Yuan, yang mewakili hub rantai pasokan di kawasan itu ke seluruh dunia”, kata Piron sebagaimana dikutip dari Bloomberg, Selasa (29/12).
Yuan melemah 2,2 persen bulan ini di pasar offshore Hong Kong, penurunan terendah di Asia setelah Won Korea Selatan. Yuan juga menurun 1,3 persen di pasar Shanghai setelah Bank Rakyat China diperbolehkan menurunkan valuasinya terhadap dolar untuk mempercepat ekonomi.
Sebagai ekonomi terbesar di Asia, China menyumbang 34,3 persen dari total perdagangan Korea Selatan. Diikuti oleh Filipina dengan 25 persen dan Thailand, Malaysia dan Taiwan pada sekitar 22 persen masing-masing.
Sekitar 19 persen dari perdagangan Indonesia adalah dengan China. Kmerosotan harga komoditas global juga menekan mata uang Indonesia, yaitu Rupiah. Indonesia masih memiliki kontrak ekspor selama sembilan bulan tahun ini ke China, 11 bulan ke Korea Selatan dan 10 bulan ke Taiwan.
[bctt tweet=”Sekitar 19% dari perdagangan Indonesia adalah dengan China.”]
Namun begitu, dari indeks yang disusun oleh Bank for International Settlements (BIS), Yuan masih yang terkuat di antara 24 mata uang negara berkembang lainnya.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia akan melambat menjadi 6,4 persen tahun depan dari 6,5 persen pada 2015, dengan melambatnya ekonomi China menjadi 6,3 persen dari 6,8 persen. Itu berarti bank sentral Asia akan perlu untuk lebih menurunkan suku bunga sementara The Fed secara bertahap meningkatkan suku bunganya, mengakibatkan arus keluar yang kuat dari mata uang lain ke USD.
[bctt tweet=”IMF: pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia akan melambat menjadi 6,4%, 2016.”]
Tujuh dari 23 ekonom dalam survei yang dilakukan Bloomberg baru-baru ini, memperkirakan Bank of Korea akan menurunkan suku bunga utamanya setidaknya 25 basis poin tahun depan dari rekor terendah 1,5 persen. Pelonggaran lebih lanjut juga diperkirakan di Indonesia, Thailand dan India.

