Membuka tahun 2017, Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR-UK) menggelar talkshow online yang berjudul “Membangun Bangsa dengan Ekonomi Islam”.
Talkshow kali ini menghadirkan Luqyan Tamanni dan Murniati Mukhlisin. Keduanya merupakan penggiat keuangan Islam yang sementara ini sedang menyelesaikan studi dan bertugas di Inggris.
Luqyan mengulas masalah praktik ekonomi Islam dari tataran makro yang bisa dikembangkan di Indonesia termasuk solusi penyelesaian hutang luar negeri. Menurut Phd kandidat bidang Keuangan Mikro Islam di University of Glasgow ini, untuk menerapkan ekonomi Islam ada beberapa paradigma yang harus ditinjau ulang, misalnya tentang obsesi terhadap pertumbuhan dan deficit financing yang sekarang diterapkan. Alhasil, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan baik, langkah yang banyak diambil banyak negara adalah menggenjot tingkat konsumsi rumah tangga untuk juga harus naik.
Selain itu, growth focus juga menjadikan defisit sebagai keniscayaan; dan ketika pendapatan negara tidak mencukupi maka hutang menjadi solusi. ”Persoalannya bukan hanya mengenai pembayaran hutang dan bunga setiap tahun, tetapi juga tentang pemenuhan syarat-syarat (conditionality) yang harus dilakukan oleh Indonesia yang menjadikan Indonesia negara tidak mandiri” ujar Luqyan sebagaimana siaran persnya yang diterima MySharing, Senin (9/1).
Dengan adanya syarat hutang dengan Japang misalnya, Indonesia tidak kuasa menolak mobil-mobil produksi negara debitur untuk masuk ke Indonesia. Jadi tidak heran kalau kemacetan bertambah terus walau jalanan makin banyak dibuat, tambah Luqyan.
Kesimpulannya, bangsa Indonesia mempunyai banyak alasan untuk mempertimbangkan konsepsi yang dibangun dalam diskursus ekonomi Islam. Kemandirian dan kemakmuran bangsa adalah amanat konstitusi, yang semangatnya sudah ada dalam ekonomi Islam.
Pemerintah dan pengambil kebijakan juga perlu merubah mindset secara perlahan, terutama hasrat berhutang. Lebih baik menggunakan resources yang ada untuk memacu pertumbuhan dan kestabilan ekonomi nasional. Ekonomi Islam memberikan banyak instrumen untuk mencapai tujuan tersebut.
Panelis kedua, Murniati Mukhlisin, Dosen Akuntansi Islam STEI Tazkia yang sementara bertugas di Inggris menjelaskan pentingnya peranan keluarga Indonesia untuk memastikan kontribusi ekonomi Islam untuk pembangunan bangsa. Keluarga Indonesia harus banyak belajar tentang apa saja yang menjadi larangan dalam bertransaksi keuangan, baik jenis-jenis transaksi keuangan syariah, masalah zakat maupun persoalan hutang dan lainnya.
Hal ini penting supaya para keluarga dapat mempraktikkan ekonomi secara Islami di lingkungannya sendiri, ekonomi berbasis masyarakat, berwirausaha dengan menggunakan akad-akad Islami, menjadikan lembaga keuangan syariah yang ada sebagai mitra. Persoalan bank syariah yang belum sepenuhnya syariah harusnya diberi solusinya oleh para keluarga ini dengan cara membesarkannya bersama-sama. Akhirnya insan-insan ini akan bergerak di berbagai bidang termasuk menjadi pembuat kebijakan.
Murniati menambahkan bahwa walau hutang diperbolehkan dalam Islam, namun hutang yang berlebihan sangat dilarang oleh Rasulullah SAW. Sehingga ada doa untuk dapat jauh dari hutang keliling pinggang. Di dalam Kitab Al-Muwatta Imam Malik, Umar bin Khattab pernah mengatakan bahwa hutang itu dimulai dengan ketakutan dan diakhiri dengan perseteruan, dan kalau kita pikir-pikir sama persis apa yang banyak dialami oleh banyak keluarga Indonesia, tambah Murniati.
Arif Abdullah, Ketua KIBAR-UK yang menjadi moderator talk show menyatakan bahwa KIBAR-UK tahun 2016 dan 2017 ini rutin mengadakan talkshow yang mengambil waktu Dhuha, yang ternyata cukup mendapatkan sambutan hangat dari para keluarga Muslim di Britania Raya dan juga dari berbagai negara lain di Eropa dan Amerika Utara. Adapun rekamannya dapat dilihat di Youtube kapan saja, yang memberikan kesempatan bagi yang tidak sempat mendengarkan untuk tetap menikmati siaran.
[bctt tweet=”Utang boleh dalam Islam, tapi jangan berlebihan!” username=”my_sharing”]
Selain talkshow dan kajian keilmuan, KIBAR-UK juga mengadakan berbagai aksi kemanusiaan seperti mengadakan penggalangan dana untuk masyarakat Muslim yang terkena bencana atau musibah lainnya, baik di Indonesia, Myanmar, Suriah, dan negara

