“Untuk Ciptakan SDM Syariah Handal, Perguruan Tinggi Harus Didukung Industri!”

[sc name="adsensepostbottom"]

SDM keuangan syariah lulusan dari perguruan tinggi ekonomi syariah kerap dikeluhkan kurang bisa memenuhi kebutuhan industri, atau kurang siap pakai. Lalu bagaimanakah solusinya?

Ketua Program Studi Magister Terapan Keuangan dan Perbankan Syariah Politeknik Negeri Bandung – Dr. Muhammad Muflih, MA, saat memaparkan makalahnya pada Seminar Bulanan MES bertopik *“Mewujudkan Link and Match Industri Perbankan dan Lembaga Pendidikan serta Peningkatan Kompetisi SDM Industri Perbankan Syariah Melalui Program Magang Tematik”* di Wisma Mandiri, Jakarta, Rabu (27/9/2017) menyatakan, bahwa peningkatan SDM berada di tangan perguruan tinggi. Namun perguruan tinggi sendiri belum mendapat dukungan yang memadai dari berbagai pihak, terutama dari kalangan industri di bidang keuangan syariah.

“Yang terjadi adalah perguruan tinggi dan lembaga keuangan syariah selama ini berjalan sendiri-sendiri,” ungkap Muflih.

Menurut Muflih, ketika perguruan tinggi dan industri keuangan syariah berjalan sendiri-sendiri, maka timbulah empat masalah besar. Pertama, yaitu minimnya kolaborasi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kemudian kedua, kurangnya tenaga pengajar profesional dari lembaga keuangan syariah. Berikutnya yang ketiga, KKNI perguruan tinggi dan kebijakan kepegawaian pada lembaga keuangan syariah tidak sejalan. Serta keempat, profil lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan lembaga keuangan syariah.

“Dengan akar masalah perguruan tinggi dan lembaga keuangan syariah berjalan sendiri-sendiri, maka problem yang terjadi adalah tidak adanya rekruitmen khusus untuk alumni perguruan tinggi syariah. Kemudian, kapasitas alumni perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan lembaga keuangan syariah,” tandas Muflih.

Dari problem utama tersebut, lanjut Muflih, maka menimbulkan dampak yang tidak baik bagi alumni dan perguruan tinggi ekonomi syariah.

“Karena para alumni perguruan tinggi ekonomi syariah yang tidak terserap, lalu bekerja di sektor lain yang tidak sesuai dengan bidang studinya. Kemudian juga rendahnya daya tawar alumni pada industri yang tidak sesuai. Berikutnya turunnya reputasi perguruan tinggi ekonomi syariah. Serta turunnya kepercayaan stakeholder terhadap perguruan tinggi ekonomi syariah tersebut,” papar Muflih lagi panjang lebar.

Karena itu, jelas Muflih, solusi utama dari permasalahan di atas, adalah terbangunnya komunikasi intensif antara perguruan tinggi dan lembaga keuangan syariah.

“Komunikasi industri keuangan syariah dan perguruan tinggi ekonomi syariah vokasi yang intensif dapat membangun skema kebutuhan SDM yang diharapkan. Sehingga kebijakan kepegawaian sejalan dengan KKNI, “ ujar Muflih.

Dengan begitu, lanjut Muflih, maka akan tercipta penyetaraan level kompetensi PTES vokasi. Kemudian, optimalisasi pemanfaatan kompetensi lulusan PTES vokasi. Serta membangun peta kebutuhan kepegawaian yang sesuai level KKNI.

“Selain itu, komunikasi industri keuangan syariah dan PTES vokasi yang intensif dapat memperkuat profil lulusan dan hubungan akademisi-praktisi. Sehingga profil lulusan PTES vokasi yang sesuai kebutuhan lembaga keuangan syariah, serta adanya dukungan dosen profesional dari industri,” ungkap Muflih.

[bctt tweet=”Perlu komunikasi intensif antara perguruan tinggi dan lembaga keuangan syariah!” username=”my_sharing”]

Satu hal lagi, tambah Muflih, dengan komunikasi industri keuangan syariah dan PTES Vokasi yang intensif dapat membentuk hasil riset dan pengabdian kepada masyarakat yang tepat guna.

“Sehingga akan tercipta kolaborasi penelitian akademik dan terapan, dan kolaborasi pengabdian kepada masyarakat,” demikian tutup Muflih.