Industri asuransi dinilai menjadi salah satu penyumbang defisit terbesar. Maka dari itu, dibutuhkan perusahaan reasuransi berkapasitas besar.
Pengamat asuransi syariah, M Syakir Sula, mengatakan perusahaan reasuransi Indonesia saat ini hanya bisa menampung sekitar 10 persen premi asuransi, sedangkan sisanya dilempar ke luar negeri. Hal inilah yang turut menyumbang defisit pembayaran Indonesia.
Ia melanjutkan dengan adanya dorongan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar perusahaan asuransi memprioritaskan penempatan pada setidaknya dua perusahaan reasuransi dalam negeri dapat menahan aliran dana keluar ke luar negeri, walau tidak banyak. Baca: Indonesia, Pakistan, dan Afrika Jadi Pasar Emerging Takaful
Namun, menurutnya, kini regulator pun telah mulai mewacanakan pembentukan reasuransi mega agar dana asuransi sebagian besar bisa tertampung di Indonesia. “Sekarang sedang dalam proses untuk reasuransi mega, tapi masih konvensional. Kalau itu sudah selesai tentu akan menyusul yang syariah, karena di dalam perusahaan reasuransi yang akan ditambahkan modalnya ada unit syariah,” kata Syakir. Baca Juga: Asuransi Umum Syariah Pasarnya Masih Kecil
Ia menambahkan kapasitas reasuransi mega Indonesia nantinya akan tergantung pada jumlah modal yang akan ditambahkan. “Seberapa besar reasuransi menahan dana keluar tergantung pada berapa modal yang ditambah. Kalau modal ditambah sampai Rp 4 triliun misalnya, bisa menahan dana paling tidak sampai 50 persen,” ujar Syakir.
Dengan memperbesar kapasitas reasuransi, lanjut Syakir, maka akan bisa menahan dana premi yang berasal dari sektor minyak dan gas, perkapalan, pesawat hingga pertambangan yang biasanya bernilai besar. Hingga September 2014 aset reasuransi syariah Indonesia sebesar Rp 805 miliar dengan kontribusi bruto berjumlah Rp 157 miliar.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Firdaus Djaelani, mengakui kapasitas perusahaan asuransi Indonesia untuk menahan risiko sendiri masih belum optimal. sehingga aliran premi ke luar negeri cukup besar. Oleh karena itu, OJK akan melanjutkan kajian terhadap upaya peningkatan kapasitas asuransi dan reasuransi, mendukung pendirian perusahaan asuransi berkapasitas besar, melaksanakan pemantauan terhadap implementasi rencana bisnis asuransi dan reasuransi, dan terhadap perusahaan asuransi yang ditengarai menyumbang defisit.