Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyiapkan arah pengembangan keuangan syariah agar industri keuangan syariah lebih optimal memanfaatkan potensi yang tersedia.
Sudah lebih dari dua dekade industri keuangan syariah hadir di Indonesia. Namun masih banyak tantangan industri ke depan, terutama menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E Siregar, mengatakan di tahun depan OJK memiliki beberapa sasaran arah pengembangan industri keuangan syariah, yaitu membuka akses masyarakat kurang mampu dalam rangka mendukung inklusi keuangan, menangkap potensi bertumbuhnya kelas menengah melalui penyediaan produk dan jasa keuangan yang variatif dan inovatif sesuai kebutuhan, dan harus berkontribusi pada pembiayaan jangka panjang dan sektor prioritas pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.
“Lembaga keuangan syariah harus memanfaatkan momentum ketentuan mengenai layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (laku pandai) karena banyak warga pelosok butuh jasa keuangan syariah tapi belum ada. Dan, lembaga keuangan syariah juga harus cepat menangkap pertumbuhan kelas menengah yang meningkat dan program jangka panjang seperti proyek infrastruktur,” ujar Mulya, dalam Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah X Tahun 2014, Selasa (16/12). Baca juga: Akses Keuangan Masyarakat Rendah, OJK Kenalkan Laku Pandai
Ia mengakui pengembangan industri jasa keuangan syariah secara terintegrasi ini membutuhkan kerjasama erat berbagai lembaga dan stakeholders terkait karena bersifat multi-dimensi dan lintas sektor. Di sisi lain, perkembangan sistem keuangan syariah juga diikuti oleh aktivitas ekonomi syariah yang secara timbal balik saling mendukung seperti industri makanan, produk kosmetika dan obat-obatan halal, fashion muslim, dan pariwisata syariah.
Menurut data per kuartal ketiga, sektor perbankan terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 23 unit usaha syariah dan 163 BPRS dengan aset Rp 264,87 triliun (pangsa pasar 4,92%), sementara posisi Juni 2014 jumlah pelaku Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah sebanyak 98 lembaga, diluar lembaga keuangan mikro, yang terdiri atas usaha jasa takaful (asuransi syariah) yang mengelola aset senilai Rp 20,70 triliun dan perusahaan pembiayaan syariah dengan aset sebesar Rp 22,60 triliun.
Sementara sampai kuartal ketiga 2014, total saham syariah yang diperdagangkan di pasar modal syariah mencapai nilai Rp 2.835,98 triliun, sukuk korporasi yang diperdagangkan mencapai nilai Rp7,26 Triliun dan Reksadana Syariah sebesar Rp 10,11 triliun. Sedangkan Sukuk Negara (SBSN) yang diterbitkan pemerintah senilai Rp 204,16 triliun. Baca juga: Ekonomi Syariah akan Lebih Baik pada 2015